https://www.facebook.com/rock3tmn/posts/765313226887788
Pesan Saidina Ali (كرم الله وجهه)
Telah berkata Kumayl bin Ziyād an-Nakha`ī,
Pada suatu hari, Amīr al-Mu´minīn `Alī bin Abī Ṭālib mengganding tanganku dan membawaku ke suatu tanah perkuburan. Sesampainya di sana, ia menarik nafas panjang dan berkata kepadaku:
Wahai Kumayl bin Ziyād, sesungguhnya qalbu manusia itu seperti wadah, yang terbaik darinya ialah yang paling rapi menjaga segala yang disimpan di dalamnya. Maka ingatlah apa yang kukatakan kepadamu, manusia itu ada tiga macam:
(1) rabbānī yang berilmu;
(2) orang yang senantiasa belajar dan selalu berusaha agar berada di jalan keselamatan;
(3) selebihnya orang-orang awam yang bodoh dan picik, yang mengikuti semua suara, yang benar maupun yang batil bergoyang bersama setiap angin yang menghembus, tiada bersuluh dengan cahaya ilmu dan tiada melindungkan diri dengan pegangan yang kukuh-kuat.
Wahai Kumayl, ilmu adalah lebih utama daripada harta. Ilmu menjagamu, sedangkan kau harus menjaga hartamu. Harta akan berkurang bila kau nafkahkan, sedangkan ilmu bertambah subur bila kau nafkahkan. Demikian pula budi yang ditimbulkan dengan harta akan hilang apabila hilangnya harta.
Wahai Kumayl, ma´rifat ilmu seperti juga agama, merupakan pegangan hidup terbaik. Dengannya orang akan beroleh ketaatan dan penghormatan sepanjang hidupnya serta nama harum setelah wafatnya. Ilmu adalah hakim dan harta adalah sesuatu yang dihakimi.
Wahai Kumayl, kaum penumpuk harta-benda telah "mati" di masa hidupnya, sedangkan orang-orang yang berilmu tetap hidup sepanjang masa. Sosok tubuh mereka telah hilang, namun kenangan kepada mereka tetap di hati. Ah, di sini (sambil menunjuk ke arah dadanya sendiri) tersimpan ilmu yang banyak sekali, sekiranya daku jumpai orang-orang yang mahu dan mampu memikulnya!
Memang, telahku dapati orang yang cerdas akalnya, tapi ia tak dapat dipercaya. Seringkali memperalat ilmu agama untuk kepentingan dunia, menindas hamba-hamba Allah dengan anugerah ni´matNya yang dikurniakan atas dirinya, dan memaksakan pendapatnya atas orang-orang kecintaan Allah.
Atau ku dapati seorang yang sangat patuh kepada para pembawa kebenaran, tetapi tidak memiliki kearifan untuk menembus pelik-peliknya, sehingga hatinya mudah goyah setiap kali keraguan – walau sedikit – melintas di depannya. Tidak! Bukan yang ini atau yang itu.
Juga bukan seseorang yang amat rakus mencari kelazatan hidup, yang mudah dikendalikan hawa nafsu. Atau yang gemar mengumpul dan menyimpan harta. Tiada kedua-duanya patut termasuk di antara para pendakwah agama, tapi justeru lebih dekat kepada binatang ternak yang digembalakan untuk mencari makan.
Begitulah, ilmu menjadi mati dengan "kematian" para pembawanya. Meskipun demikian, demi Allah, bumi ini takkan pernah kosong daripada seorang Qā’im li ‘Llāh bi ‘l-ḥujjah (petugas Allah pembawa hujahNya), baik ia yang tampak dan dikenal atau yang cemas terliput oleh kezaliman atas dirinya. Sehingga dengan demikian tiada akan pernah menjadi batal hujah-hujah Allah dan tanda-tanda kebenaranNya.
Namun berapakah, dan di manakah mereka? Sungguh mereka itu teramat sedikit jumlahnya tetapi teramat agung kedudukannya di sisi Allah. Dengan merekalah Allah menjaga hujah-hujah dan tanda-tanda-Nya, sampai mereka menyerahkannya kepada orang-orang yang berpadanan dengan mereka, dan menanamnya di hati orang-orang yang seperti mereka.
Hakikat ilmu menghunjam dalam lubuk kesedaran nurani mereka. Sehingga tindakan mereka berdasarkan ruh keyakinan. Hidup berzuhud, yang dirasakan keras dan sulit bagi kaum yang suka bermewah-mewah, bagi mereka terasa lembut dan lunak. Hati mereka tenteram dengan segala yang justeru menggelisahkan orang-orang jahil.
Mereka hidup di dunia ini dengan tubuh-tubuh yang tersangkut di tempat-tempat amat tinggi. Mereka itulah khalifah-khalifah Allah di bumiNya yang menyeru kepada agamaNya. Ah, sungguh sangat besar rinduku untuk bertemu dengan mereka! Kini, pulanglah (wahai Kumayl), bila anda ingin.
Wartasari, Januari 2013