Monday, June 6, 2016

Nafsu Manusia Ada 3

https://www.facebook.com/naseersobree/posts/1733231133625690

NAFSU MANUSIA ADA TIGA. Ketiga-tiga nafsu ini mestilah seimbang, tidak boleh terkurang atau terlebih.

1. Yang pertama ialah nafsu akliah. Nafsu akliah sifatnya ingin tahu. Jika terkurang dinamakan ghabawah, contohnya mereka yang tiada rasa ingin tahu sehingga menyebabkan kebodohan dan kejahilan.

2. Jika terlebih dinamakan jarbazah, contohnya mereka yang ingin tahu tentang rupa bentuk Tuhan, jirim-Nya dan jisim-Nya, serta ayat-ayat mutashabihat, sehingga menyebabkan kekeliruan, pertelingkahan dan kekufuran.

3. Keseimbangan nafsu akliah dinamakan hikmah.

4. Yang kedua ialah nafsu ghadabiah. Nafsu ghadabiah sifatnya inginkan kedudukan, kekuasaan dan kemuliaan. Jika terkurang dinamakan jubun, contohnya mereka yang takut untuk mempertahankan diri sendiri sehingga menyebabkan penghinaan dan penganiayaan.

5. Jika terlebih dinamakan tahawur, contohnya mereka yang rakus merosakkan nyawa dan harta benda orang lain demi kuasa sehingga menyebabkan kezaliman dan kehancuran.

6. Keseimbangan nafsu ghadabiah dinamakan shaja'ah.

7. Yang ketiga ialah nafsu shahwaniah. Nafsu shahwaniah sifatnya inginkan makanan, minuman dan pasangan. Jika terkurang dinamakan khumud, contohnya mereka yang menolak semua jenis nikmat dan rezeki sehingga menyebabkan kemurungan dan kemusnahan diri.

8. Jika terlebih dinamakan fujur, contohnya mereka yang terlalu banyak makan dan melampau-lampau dalam urusan seksual sehingga menyebabkan kemaksiatan, ketamakan dan kegelojohan.

9. Keseimbangan nafsu shahwaniah dinamakan iffah.

10. Adapun gabungan keseimbangan ketiga-tiga nafsu ini dinamakan adil.

TAMMAT

Bulan Ramadan Bulan Mendidik Nafsu :)


Saturday, June 4, 2016

Syaikh Ibn Arabi dan Surah Yaasin

https://www.facebook.com/tasawufunderground/posts/1015339401849327

Syekh Ibnu Arabi dalam kitab Al-Washaya li-Ibn Arabi pernah menceritakan keutamaan Surah Yasin. Beliau mengatakan:
"Perbanyaklah membaca Al-Quran dengan pengkajian (tadabbur), jika engkau seorang yang alim, sebab yang demikian itu adalah dzikir yang paling tinggi kepada Allah. Jika engkau berada dalam jamaah yang sedang membaca Al-Quran, maka bacalah bersama mereka pada surah yang mereka sepakati. Jika mereka berselisih tinggalkanlah mereka!"

Syekh Ibnu Arabi bercerita:
"Jika engkau menjenguk orang sakit, bacakanlah kepadanya surah Yasiin. Karena, aku pernah merasakan bahwa surah itu sungguh menakjubkan. Aku pernah menderita sakit hingga aku pingsan dan hampir mati. Lalu, aku bermimpi melihat suatu kaum yang aku tidak pernah melihat mereka sebelumnya. Mereka hendak menyakitiku.

Lalu, aku melihat seorang yang sangat tampan dan sangat harum tubuhnya. Dia menghalau mereka dariku dan mampu mengalahkan mereka.
Maka, aku bertanya, "Siapakah engkau?"
Dia menjawa, "Aku adah surah Yasiin. Akulah yang membelamu."
Kemudian, aku siuman dari pingsanku. Tiba-tiba, aku mendapati ayahku sedang duduk didekat kepalaku, sambil menangis. Kulihat dia membaca Surah Yasiin hingga selesai. Lalu, aku ceritakan apa yang kusaksikan di dalam mimpiku kepada ayahku. Setelah itu kutemukan dalam sebuah hadis dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda, "Bacakan surah Yasiin kepada orang yang mati di antara kamu."

Begitu banyak keutamaan dan keistimewaan Surah Yasiin. Maka, mari melestarikan, menjaga dan membiasakan membaca Surah Yasiin, seperti yang diajarkan oleh orangtua, guru, wali dan ulama dari masyarkat kita secara turun-temurun, agar ia menjadi perisai diri dan penguat ibadah. Mari kuatkan jamaah dzikir, tahlil dan yasiin. Semoga Allah SWT memberi keberkahan, keluasan ilmu dan rezeki. Aamiin.
Salam,

Halim Ambiya
Pendiri dan Admin Tasawuf Underground


Langkah Pertama Mengenal Diri

https://www.facebook.com/tasawufunderground/posts/1015326661850601

Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa mengenal diri adalah kunci mengenal Allah, hal ini sesuai dengan ungkapan "Man 'arafa nafsahu 'arafa rabbahu' (Barangsiapa mengenal dirinya, ia mengenal Rabbnya). Dan, Allah berfirman, "Akan Kami tunjukkan ayat-ayat Kami di dunia ini dan dalam diri mereka agar kebenaran tampak bagi mereka."(QS 41: 53)

Sungguh, tak ada yang lebih dekat kepadamu kecuali dirimu sendiri. Jika kau tidak mengetahui dirimu sendiri, bagaimana dapat mengetahui yang lain. Pengetahuanmu tentang diri sendiri, dari sisi lahir seperti bentuk muka, badan, anggota tubuh, dan lainnya sama sekali tak mengantarmu mengenal Rabb. Begitu juga pengetahuanmu tentang karakter fisik, seperti pengetahuanmu; jika kau lapar, kau makan, jika sedih kau menangis, dan jika kau marah kau menyerang. Itu bukanlah kunci mengenal Rabb. Sebab, bagaimana bisa kau mencapai kemajuan dalam perjalanan batin jika kau mengandalkan insting hewani seperti itu?

Jadi, pengetahuan yang benar tentang diri meliputi hal berikut ini:
Siapa aku dan dari mana aku.datang? Kemana aku pergi, apa tujuan kedatangan dan persinggahanku di dunia ini? Dimanakah kebahagiaan sejati dapat kutemukan?

Maka, ketahuilah, ada 3 sifat yang bersemayam dalam dirimu: sifat hewan, sifat setan dan sifat malaikat. Kau harus temukan, mana di antara ketiganya aksidental dan mana yang esensial? Tanpa mengungkap rahasia ini tak akan kau temukan kebahagiaan sejati.

Langkah pertama untuk mengenal diri adalah menyadari bahwa dirimu terdiri atas bentuk luar yang disebut jasad, dan wujud dalam yang disebut kalbu atau ruh. Kalbu yang saya maksud bukanlah segumpal daging yang terletak di dada kiri, melainkan tuan yang mengendalikan semua fakultas lainnya dalam diri, serta mempergunakannya sebagai alat dan pelayannya.
Pada hakikatnya, ia bukan sesuatu yang indrawi, melainkan sesuatu yang gaib. Ia muncul ke dunia ini sebagai pelancong dari negeri asing untuk berdagang, dan kelak akan kembali ke negeri asalnya. Pengetahuan tentang wujud dan sifat-sifatnya inilah yang menjadi kunci mengenal Allah.

Sebagai pemahaman mengenai hakikat kalbu atau ruh dapat diperoleh seseorang dengan menutup matanya dan melupakan segala sesuatu di sekitarnya selain dirinya sendiri. Dengan begitu ia akan mengetahui keterbatasan sifat dirinya itu.

--Imam Al-Ghazali dalam kitab Kimiya As-Sa'adah.


Thursday, June 2, 2016

Plato Socrates



"Strong minds discuss ideas, average minds discuss events, weak minds discuss people."
- Socrates(Plato)

That the above statement should be attributed to the Platonic Socrates is understandable, considering what Plato thought. For him the world of sense and sensible experience are but pale reflections of a higher, more enduring reality composed of a world of forms.

Knowledge is not to be gotten from sense experience, which only yield opinion, but rather knowledge is recollection of the archetypal forms etched upon the soul before it became attached to the physical body. Perfect things are singular, universal and permanent.

When it comes to human affairs however, how can such a mathematical construct come up with a figure, individual or society which reflects the perfect world of forms? Who and what is the perfect, man, the perfect society?

If there was a perfect man, would he not be particular, fleeting, and singular? How does one read of the world of forms the character of the perfect man? And how do such humans behave within a polity?

That Plato couldn't answer without betraying his own preference for a humane, egalitarian society ordered by principles of excellence based on the Intellectual and moral capacities of a Philosopher king; And since he was never concretised, he remained in the realm of ideals, and the society a utopia never actualised on earth.

In Islam however, The perfect man walked on earth, and governed his society in the realm of events, and taught them an idea which is intimately and profoundly lived in human experience; Din and Tauhid. He received revelation in the course of 23 years which he translates into every aspect of human living, until his companions are understood to be reservoirs of his Prophetic Knowledge taught to men.

As a brilliant Saint and Poet of our tradition said in description of this perfect man; He is the magnificent ocean in a glass.

He is timeless, in intention,virtue, volition and knowledge,and his period the most perfect of periods, and until today people recount his life, personality as much as they discuss the events which he participated in, and the Ideas which he brought to life.

Muhammad, Badr and Tauhid.

I think in Islam, that statement should be reformulated, it should state; Great Minds Discuss Great Ideas, Great Events and Great Peoples, and Weak Minds Discuss Small(or false) ideas,Small events and Small People(or their characters, or focus on the blemishes of great peoples and nations).