Saturday, September 23, 2023

Solat Janazah - Meaning

 Most of us Don't know what we are saying during Salat Al-janaaza ( Burial prayers) :


1-  After the First Takbeer : Recite Surat Al-Fatiha.


1. Bismillaahir Rahmaanir Raheem

2. Alhamdu lillaahi Rabbil 'aalameen

3. Ar-Rahmaanir-Raheem

4. Maaliki Yawmid-Deen

5. Iyyaaka na'budu wa lyyaaka nasta'een

6.Ihdinas-Siraatal-Mustaqeem

7. Siraatal-lazeena an'amta 'alaihim ghayril- maghdoobi 'alaihim wa lad-daaalleen


9-   After the Second Takbeer: Salat Al-Ibrahimiyya to the end, not Salat Fatih please 🙏


Allaahumma salli 'alaa sayyidina Muhammadin wa 'alaa 'aali sayyidina Muhammadin, kamaa sallayta 'alaa sayyidina 'Ibraaheema wa 'alaa 'aali sayyidina 'Ibraaheema, 'innaka Hameedun Majeed. Allaahumma baarik 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa 'aali sayyidina Muhammadin, kamaa baarakta 'alaa sayyidinaa 'Ibraaheema wa 'alaa 'aali sayyidinaa 'Ibraaheema, 

'innaka Hameedun Majeed .


10-   After the Third Takbeer: Pray for the dead but according to how it's narrated from our Prophet (S.A.W). One of them is:


 Allaahum-maghfir lihayyinaa, wa mayyitinaa, wa shaahidinaa, wa ghaa'ibinaa, wa sagheerinaa wa kabeerinaa,wa thakarinaa wa 'unthaanaa. Allaahumma man 'ahyaytahu minnaa fa'ahyihi 'alal-'Islaami, wa man tawaffaytahu minnaa fatawaffahu 'alal-'eemaani, Allaahumma laa tahrimnaa 'ajrahu wa laa tudhillanaa ba'dahu .


O Allaah forgive our living and our dead,those who are with us and those who are absent, our young and our old, our menfolk and our womenfolk. O Allaah, whomever you give life from among us give him life in Islam, and whomever you take away from us take him away in Faith.


O Allāh, do not forbid us their reward and do not send us astray after them.


11- Then lastly after the Fourth Takbeer: you should pray for all Muslims. 


12- And lastly end the prayer with one salaam to the right ✅️ {Just Once}


May Allah forgive us all. 🙏

Wednesday, September 20, 2023

Ada apa dalam majlis maulid?

 Ada Apa Dalam Majlis Maulid? 

Maulidur Rasul atau Maulud Nabi Muhammad S.A.W.

 (مولود نبي محمد ﷺ)

28 September 2023 – Khamis (12 Rabiulawal 1444H)


Hari Maulid (kelahiran) Nabi S.A.W. adalah lebih besar, lebih agung, dan lebih mulia daripada dua Hari Raya. Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adlha hanya berlangsung sekali dalam setahun, sedangkan peringatan Maulid Nabi S.A.W., mengingat baginda dan sirohnya, mesti berlangsung terus, tidak terkait dengan waktu dan tempat.


Mengapa?


Karena Baginda-lah yang membawa ‘Ied (hari raya) dan berbagai kegembiraan yang ada di dalamnya. Karena Baginda juga, kita memiliki hari-hari lain yang agung dalam Islam. Jika tidak ada kelahiran Baginda, tidak ada bi’tsah (dibangkitkannya beliau sebagai rasul), Nuzul Quran, Isra Mikraj, Hijrah, kemenangan dalam Perang Badar, dan Futuh Mekah, kerana semua itu terhubung langsung dengan Baginda dan kelahirannya, yang merupakan sumber dari kebaikan-kebaikan terbesar.


Banyak dalil yang menunjukkan bolehnya memperingati Maulid yang mulia dan Beliau SAW menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan peringatan Maulid.


Pertama: Kita memperingati Maulid Nabi bukan hanya pada hari kelahirannya, tapi selalu dan selamanya, di setiap waktu dan setiap kesempatan, ketika kita mendapatkan kegembiraan, lebih-lebih lagi pada bulan kelahiran beliau, yaitu Rabi’ul Awwal, dan pada hari kelahiran baginda, hari Senin.


Tidak layak seorang yang berakal bertanya, “Mengapa kamu memperingatinya?” Seolah-olah dia bertanya, “Mengapa kamu bergembira dengan adanya Nabi S.A.W.?”.


Apakah sah bila pertanyaan ini timbul dari seorang yang Islam, yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah? Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang bodoh dan tidak memerlukan jawaban. Seandainya saya, misalnya, harus menjawab, cukuplah saya menjawabnya demikian, “Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan Baginda, saya gembira dengan Baginda, sebab saya mencintainya, dan saya mencintainya sebab saya seorang mukmin”.


Kedua: Yang dimaksudkan dengan peringatan Maulid adalah, berkumpul untuk mendengarkan siroh Baginda dan mendengarkan pujian-pujian tentang diri Baginda, juga memberi makan orang-orang yang hadir, memuliakan orang-orang fakir dan mereka yang memerlukan, serta menggembirakan hati orang-orang yang mencintai Baginda.


Ketiga: Kita tidak mengatakan bahwa peringatan Maulid itu dilakukan pada malam tertentu dan dengan cara tertentu, yang dinyatakan oleh nas-nas syariat secara jelas, seperti sembahyang, puasa, dan ibadah yang lain. Tidak macam itu.


Peringatan Maulid tidak seperti sembahyang, puasa, dan lain-lain. Tetapi juga tidak ada dalil yang melarang peringatan ini, karena berkumpul untuk mengingat Allah dan Rasul-Nya serta hal-hal lain yang baik adalah sesuatu yang harus diberi perhatian, terutama pada bulan Maulid.


Keempat: Berkumpulnya orang untuk memperingati acara ini adalah ajakan terbesar untuk dakwah, dan merupakan kesempatan yang sangat berharga yang tak boleh diabaikan. Bahkan, para da’i dan ulama, wajib mengingatkan manusia tentang Nabinya, baik akhlaknya, hal ihwalnya, sirohnya, muamalahnya, maupun ibadahnya. Di samping itu menasehati mereka menuju kebaikan dan kebahagiaan serta memperingatkan mereka dari bala, bid’aah, keburukan, dan fitnah.


Yang pertama merayakan Maulid Nabi adalah Sohibul Maulid sendiri, yaitu Nabi S.A.W., sebagaimana yang disebutkan dalam Hadis Sahih, yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa, ketika baginda ditanya mengapa berpuasa pada hari Senin, baginda menjawab, “Itu adalah hari kelahiranku.” Ini nas yang paling jelas dan terang yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid Nabi adalah sesuatu yang dibolehkan syara’.


Banyak dalil yang boleh kita jadikan dasar, untuk diperbolehkannya memperingati kelahiran Nabi Muhammad S.A.W.


BitZ, [9/20/2023 4:02 AM]

1. Peringatan Maulid Nabi S.A.W. adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan baginda. Bahkan orang kafir pun mendapatkan manfaat dengan kegembiraan itu; Ketika Suwaibah, hamba Abu Lahab, paman Nabi S.A.W., menyampaikan berita gembira tentang kelahiran Cahaya Alam Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka gembira. Oleh kerana kegembiraan dan merayakan kelahiran baginda itu, di akhirat nanti siksa terhadap dirinya diringankan setiap hari Senin dan keluar air syurga dari celahan jarinya untuk minumannya.


Demikianlah rahmat Allah terhadap siapapun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafirpun Allah merahmatinya, sebab bergembira atas kelahiran Nabi-Nya, bagaimanakah anugerah Allah bagi umatnya, yang iman selalu ada di hatinya?


2. Baginda sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah, pada hari itu atas nikmatNya yang terbesar kepadanya.


3. Gembira terhadap Rasulullah S.A.W. adalah perintah AI-Quran. Allah S.W.T. berfirman,


“Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira’.” Surah Yunus: 58.


Jadi, Allah sendiri meminta kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya, sedangkan Nabi S.A.W. merupakan rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut dalam Al-Quran,


“Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” Al-Anbiya’: 107.


4. Nabi S.A.W. mengambil berat kaitan antara masa dan kejadian dalam Islam yang besar yang telah lalu. Apabila datang masanya hari peristiwa itu terjadi, itu merupakan kesempatan untuk mengingatnya dan mengagungkan harinya.


5. Memperingati Maulid Nabi S.A.W. mendorong kita untuk bershalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala,


“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.” Al-Ahzab: 56.


Apa-apa yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang dituntut oleh syara’, berarti itu juga dituntut oleh syara’. Berapa banyak manfaat dan anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya.


6. Dalam Maulid, disebut tentang kelahiran beliau, mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadinya. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk menirunya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya?! Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.


7. Maulid Nabi juga merupakan ungkapan membalas jasa baginda dengan menunaikan sebagian kewajiban kita kepadanya dengan menjelaskan sifat-sifatnya yang sempurna dan akhlaknya yang utama.


Dulu, di zaman Nabi S.A.W., para penyair datang kepada baginda menyampaikan qasidah-qasidah yang memujinya. Nabi ridla dan senang dengan apa yang mereka lakukan, dan memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan.


Jika baginda pun ridla dengan orang yang memujinya, bagaimana baginda tidak ridla dengan orang yang mengumpulkan keterangan tentang akhlaknya yang mulia. Hal itu juga mendekatkan diri kita kepadanya, yaitu dengan menarik kecintaannya dan keridlaannya.


8. Mengenal sikap dan pribadi baginda S.A.W., mukjizat-mukjizatnya, dan irhash-nya (kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan pada diri seorang rasul sebelum diangkat menjadi rasul), menambahkan iman yang sempurna kepadanya dan menambah kecintaan terhadapnya.


Manusia itu diciptakan menyukai hal-hal yang indah, penampakan fisiknya maupun akhlaknya, ilmu maupun amal, keadaan maupun keyakinan. Dalam hal ini tidak ada yang lebih indah, lebih sempurna, dan lebih utama dibandingkan akhlak dan sikap Nabi S.A.W. Menambah kecintaan dan menyempurnakan iman adalah dua hal yang dituntut oleh syara’. Maka, apa saja yang bisa menambahkannya juga merupakan tuntutan agama.


9. Mengagungkan Nabi S.A.W. itu disyariatkan, bahagia dengan hari kelahirannya dengan menampakkan kegembiraan, membuat jamuan, berkumpul untuk mengingatnya, serta memuliakan orang-orang fakir, adalah bukti mengagungkannya, kegembiraan, dan rasa syukur yang paling nyata.


BitZ, [9/20/2023 4:02 AM]

10. Dalam ucapan Nabi S.A.W. tentang keutamaan hari Jumaat, disebutkan bahwa salah satu di antaranya adalah, “Pada hari itu Adam diciptakan”.


Ini menunjukkan dimuliakannya waktu masa seorang nabi dilahirkan. Maka bagaimana dengan hari dilahirkannya nabi yang paling utama dan rasul yang paling mulia?


11. Maulid juga adalah perkara yang dipandang baik oleh para ulama dan kaum muslimin di semua negeri dan telah dilakukan di semua tempat. Sebab itu, ia dituntut oleh syara’, berdasarkan kaedah yang diambil dari hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud,


“Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, ia pun baik di sisi Allah; dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah.”


12. Dalam menyambut Maulid Nabi, di dalamnya berkumpulnya umat, zikir, sedekah, dan pengagungan kepada Nabi S.A.W. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara’ dan terpuji.


13. Allah S.W.T. berfirman, “Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (wahai Muhammad), yang dengannya Kami teguhkan hatimu:’ Surah Hud: 120.


Dari ayat ini nyatalah bahawa hikmah dikisahkan tentang para rasul adalah untuk meneguhkan hati Nabi. Tidak dinafikan lagi di saat ini kita pun perlu untuk menguatkan hati kita dengan berita-berita tentang baginda, lebih dari keperluan baginda akan kisah para nabi sebelumnya.


14. Bukan berarti yang tidak pernah dilakukan Salafussoleh dulu dan tidak ada di awal Islam memberi arti bid’aah yang munkar dan buruk. Melainkan apa yang ‘baru’ itu (yang belum pernah dilakukan) mesti dinilai berdasarkan dalil-dalil syara’.


15. Tidak semua bid’aah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan Al-Quran, yang dilakukan Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Zaid, Sayyidina Usman, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Quran.


Apakah haram ketika Sayyidina Umar mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan Shalat Tarawih, sedangkan beliau mengatakan, “Sebaik-baik bid’aah adalah ini.”?


Banyak lagi perbuatan baik yang sangat diperlukan umat Islam namun dikatakan bid’aah yang haram apabila semua bid’aah itu diharamkan.


16. Maulid Nabi S.A.W., meskipun tiada di zaman Rasulullah S.A.W., sehingga menjadi bid’ah; adalah bid’ah hasanah (bid’ah yang baik). Ia termasuk di dalam dalil-dalil syara’ dan kaedah-kaedah kulliyyah (yang bersifat global).


Jadi, Maulid Nabi itu bid’ah jika kita hanya memandang bentuknya, bukan peranan-peranan amalan yang terdapat di dalamnya (sebagaimana terdapat dalam dalil kedua belas), karena amalan-amalan itu juga ada di zaman Nabi.


17. Semua yang tidak ada pada awal Islam dalam bentuknya, tetapi perincian-perincian amalnya ada, juga dituntut oleh syara’. Sebab, apa yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara’, pun dituntut oleh syara’.


18. Imam Syafi’i mengatakan, “Apa-apa yang baru (yang belum ada atau dilakukan di masa Nabi S.A.W.) dan bertentangan dengan Kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid’ah yang sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan yang tersebut itu, adalah terpuji “


19. Setiap kebaikan yang terangkum dalam dalil-dalil syar’i, hal itu tidak dimaksudkan untuk menyalahi syariat dan tidak pula mengandung suatu kemungkaran, itu termasuk ajaran agama.


20. Maulid Nabi S.A.W. bererti menghidupkan ingatan (kenangan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana yang kita lihat, sebagian besar amalan haji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah lalu.


21. Semua yang disebutkan di atas, tentang dibolehkannya secara syariat peringatan Maulid Nabi S.A.W., hanyalah pada amalan-amalan atau perbuatan yang tidak disertai perbuatan-perbuatan mungkar yang tercela, yang wajib ditentang, (seperti tontonan pengumbar aurot, judi, mabuk, dll).


Sumber: 1. Kitab Dzikroyat Wa Munasabat; 2. Kitab Haul Al Ihtifal Bi Dzikro Maulid An Nabawi Asy Syarif; 3. Majelis Al Haramain.


BitZ, [9/20/2023 4:02 AM]

“Di zaman akhir ini tidak ada madzhab yang memenuhi persyaratan kecuali madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali). Adapun madzhab yang lain seperti madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah adalah ahli bid’ah. Sehingga pendapat-pendapatnya tidak boleh diikuti”

(Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, halaman 9).


Dikutip dari Suara-NU.com

Oleh:Abuya Habib Al Imam As Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin ‘Alawi Al Maliki Al Hasani

Monday, September 18, 2023

Ahli Hakikat Yang Tertipu

 AHLI HAKIKAT YANG MENINGGALKAN SYARIAT, MEREKA TERTIPU TERPEDAYA DIJALANAN


Ada sebahagian dari pengamal ajaran ilmu tarekat tauhid hakikat makrifat mendakwa bahawa mereka sudah gugur bersyariat, tidak perlu BERSOLAT, berpuasa, zakat, mengerjakan haji dan SEBAGAINYA kerana mereka sudah mencapai maqam TAUHID haqiqat dan berma’rifat yang sebenar dan DENGAN berani melangar syariat malah berbangga dengannya.


Apakah benar dakwaan sebegini? Dan bolehkan mereka yang mendakwa sedemikian dijadikan ikutan?


Dakwaan itu adalah bathil, kerana hakikat dan

ma’rifat setinggi mana sekalipun tidak terpisah

dengan syariat. Dakwaan  ini adalah dari golongan

yang Tertipu, Terpedaya dan Keliru DALAM perjalanan. Rasulullah saw tetap kekal BERSYARIAT dan berhakikat sampai kehujung hayatnya... DAN tiada manusia yang lebih mulia dan sempurna dari

Rasulullah saw.


Mari kita lihat apa kata para ulama’ terutamanya ulama’ tasawuf atau para masyaikh thoriqat yang mu’tabarah yang juga merupakan Kata-kata ulama berkenaan dengan syariat dan TASAWUF (thoriqat/hakikat)


Syaikh al-‘Allamah al’Arifbillah Abi al-Qasim Abdul Karim bin Hawazin bin ‘Abdul Malik bin Talhah bin Muhammad al-Qusyairi an-Naisaburi menyebut di dalam kitab al-Risalah al-Qusyairiyah: Telah berkata seorang lelaki kepada Junaid [al- Baghdadi]: Diantara ahli ma’rifah ada satu kaum yang mengatakan bahwa meninggalkan harakat [amal perbuatan – ubudiah] termasuk dalam bab berbuat baik dan taqwa. Maka Junaid [al-Baghdadi] berkata: Ini adalah perkataan orang-orang yang ingin menggugurkan ‘amal [menggugurkan taklif].

Dan mereka disisiku perkara ini besar. DAN sesungguhnya orang yang mencuri dan berzina PUN masih lebih baik daripada orang yang MENGATAKAN hal tersebut kerana para arifbillah mereka memperoleh ‘amal dari Allah Ta’ala dan ber’amal kerana Allah Ta’ala. Dan andaikata aku hidup 1,000 tahun, aku tidak akan meninggalkan amal-amal kebajikan sebesar ZARRAH pun.


Syaikh Junaid al-Baghdadi berkata lagi:

علمنا هذا مقيد بالكتاب والسنة من لم يقرأ القرآن ويكتب

الحديث لا يقتدى به في علمنا هذا


Manakala Abu Yazid al-Bistami pula berkata:

Andaikata kalian melihat seorang yang diberikan pelbagai karamah, hingga di dapat terbang di udara sekalipun, maka janganlah kamu terpedaya, hingga kalian melihat bagaimana dia mematuhi perintah, larangan dan menjaga batas-batas Allah (hukum-hukum Allah) dan bagaimana ia menjalankan syariat.


Imam Malik رضي الله عنه berkata:

مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف

فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

Barangsiapa bertasawuf (berhaqiqat) dan tiada

berfeqah maka dia zindiq(orang yang zahirnya

Islam tapi menentang ajqran Islam), DAN barangsiapa yang berfeqah tiada bertasawuf maka

dia fasiq, dan barangsiapa yang menghimpun

keduanya maka dia tahqiq. (Kitab sharh ‘ain al-ilm

wa zain al-Hilm; Mulla Ali Qari)


Yang pertama dikatakan sebagia zindiq kerana ia

melihat kepada haqiqat tanpa melaksanakan

hukum-hukum syariat yang ditaklifkan kepadanya.

Makakala yang kedua dikatakan sebagai fasiq

kerana syariat zahirnya bagus namun bathinnya

masih bergelumang dengan mazmumah, tiada

keikhlasan pada amalannya. Dan ketiga itu

dikatakan tahqiq kerana dia telah menghimpunkan

diantara syariat dan haqiqat. Sempurna zahir dan

batinnya.


Telah berkata Abu Nuaim al-Asbahani didalam

kitabnya Hilyatul Auliya:

كان أبو حفص يقول: من لم يزن أفعاله وأحواله في كل وقت

بالكتاب والسنة، ولم يتهم خواطره فلا تعده في ديوان الرجال

Abu Hafs [Umar bin Salamah al-Haddad; wafat

260H/874M] berkata: Barangsiapa yang tidak

menimbang perbuatannya dan ahwalnya setiap

waktu dengan al-Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah,

dan tidak merasa syak terhadap lintasan-lintasan

hatinya, maka ia tidak termasuk di dalam diwan al-

rijal(senarai orang soleh)


Sultanul Auliya’ Shaikh Abdul Qadir al-Jilani رضي الله

عنه berkata:

كل حقيقة لا تشهد لها الشريعة فهي زندقة. طِرْ إِلى الحق عز


BitZ, [9/18/2023 9:52 PM]

وجل بجناحي الكتاب والسنة، ادخل عليه ويدك في يد

الرسول صلى الله عليه وسلم

Setiap haqiqat yang tidak disaksikan baginya

dengan syariat, maka ia adalah zindiq. 

Terbanglah

kepada al-Haq عز وجل dengan sayap al-Kitab dan as-

Sunnah. Masuklah kepadaNya sedangkan

tanganmu dalam genggaman tangan Rasulullah

صلى الله عليه وسلم . – Fathur rabbani -


ترك العبادات المفروضة زندقة. وارتكاب المحظورات

معصية، لا تسقط الفرائض عن أحد في حال من الأحوال-

الفتح الرباني للشيخ عبد القادر الجيلاني

Meninggalkan ibadat yang fardhu adalah zindiq.

Melakukan perkara yang terlarang adalah ma’siat.

Tidak gugur akan kefardhuan daripada seseorang

ketika ia berada di dalam satu hal DIANTARA ahwalnya(keadaan ektasi bersama Allah). - Fathur

rabbani -


Shaikh Abdul Wahab ash-Sha’rani berkata di dalam

Thabaqatul Kubra:

من دقق النظر علم أنه لا يخرج شىء من علوم أهل الله تعالى

عن الشريعة وكيف يخرج والشريعة صلتهم إلى الله عز وجل

في كل لحظة

Barangsiapa yang menghalusi PENELITIANNYA terhadap ilmu tasawuf, ia mengetahui BAHWASANYA tidak terkeluar satupun daripada ilmu-ilmu AHLILLAH (ilmu sufi atau ilmu haqiqat) daripada LANDASAN syariat. Dan bagaimana mereka boleh TERKELUAR daripada landasan syariat sedangkan IANYA merupakan penghubung mereka kepada Allah PADA setiap saat.


Shaikh Abul Hasan ash-Shadhzuli رضي الله عنه

berkata

إِذا عارض كشفُك الصحيح الكتابَ والسنة فاعمل بالكتاب

والسنة ودع الكشف، وقل لنفسك: إِن الله تعالى ضمن لي

العصمة في الكتاب والسنة، ولم يضمنها لي في جانب

الكشف والإِلهام

Apabila kasyafmu bercanggah dengan al-Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah, maka beramal dengan al-

Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah dan tinggalkan

kasyaf itu. Dan katakanlah kepada dirimu:

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menjaminkan

bagiku akan 'ismah (keterpeliharaan) al-Kitab (al-

Quran) dan as-Sunnah, dan Dia tidak pernah

menjamin tentang 'ismah kasyaf, ilham [kecuali jika

kasyaf dan ilham itu tidak bercanggah dengan al-

Quran dan as-Sunnah].


Abu al-Hussin al-Warraq berkata:

لايصل العبد إلى الله الا بالله، وبموافقة حبيبه صلى الله عليه

وسلم في شرائعه. ومن جعل الطريق إلى الوصول في غير

الإقتداء يضل من حيث يظن أنه مهتد

Tiada sampai seseorang hamba kepada Allah

melainkan dengan Allah dan mengikut syariat

kekasihNYA, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.

Sesiapa yang menjadikan jalan untuk sampai

kepada Allah tanpa mengikuti Rasulullah صلى الله

عليه وسلم , dia akan sesat dalam keadaan dia

menyangka diberi petunjuk oleh Allah.


Abu Said Ahamd bin Isa al-Kharraz (wafat 277H)

berkata:

كل باطن يخالفه ظاهر فهو باطل

Setiap perkara yang batin yang bercanggah dengan

perkara yang zahir (syariat), maka ia adalah batil.


Demikianlah sebahagian daripada petikan dari kata-

kata ulama’ besar tasawwuf yang mana ada

dikalangan mereka hidup dizaman salafus soleh

dan mereka inilah merupakan diantara imam-imam

dan ulama  yang mu’tabar...


Sekian. والله أعلم


SILA SHARE DAN SEBARKAN


البحور الشاذلية  | The Shadhili Oceans

https://youtube.com/watch?v=6mAt6WBEE2s&si=vBZhFzJcHxgSBlz_