Saturday, September 23, 2023

Solat Janazah - Meaning

 Most of us Don't know what we are saying during Salat Al-janaaza ( Burial prayers) :


1-  After the First Takbeer : Recite Surat Al-Fatiha.


1. Bismillaahir Rahmaanir Raheem

2. Alhamdu lillaahi Rabbil 'aalameen

3. Ar-Rahmaanir-Raheem

4. Maaliki Yawmid-Deen

5. Iyyaaka na'budu wa lyyaaka nasta'een

6.Ihdinas-Siraatal-Mustaqeem

7. Siraatal-lazeena an'amta 'alaihim ghayril- maghdoobi 'alaihim wa lad-daaalleen


9-   After the Second Takbeer: Salat Al-Ibrahimiyya to the end, not Salat Fatih please 🙏


Allaahumma salli 'alaa sayyidina Muhammadin wa 'alaa 'aali sayyidina Muhammadin, kamaa sallayta 'alaa sayyidina 'Ibraaheema wa 'alaa 'aali sayyidina 'Ibraaheema, 'innaka Hameedun Majeed. Allaahumma baarik 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa 'aali sayyidina Muhammadin, kamaa baarakta 'alaa sayyidinaa 'Ibraaheema wa 'alaa 'aali sayyidinaa 'Ibraaheema, 

'innaka Hameedun Majeed .


10-   After the Third Takbeer: Pray for the dead but according to how it's narrated from our Prophet (S.A.W). One of them is:


 Allaahum-maghfir lihayyinaa, wa mayyitinaa, wa shaahidinaa, wa ghaa'ibinaa, wa sagheerinaa wa kabeerinaa,wa thakarinaa wa 'unthaanaa. Allaahumma man 'ahyaytahu minnaa fa'ahyihi 'alal-'Islaami, wa man tawaffaytahu minnaa fatawaffahu 'alal-'eemaani, Allaahumma laa tahrimnaa 'ajrahu wa laa tudhillanaa ba'dahu .


O Allaah forgive our living and our dead,those who are with us and those who are absent, our young and our old, our menfolk and our womenfolk. O Allaah, whomever you give life from among us give him life in Islam, and whomever you take away from us take him away in Faith.


O Allāh, do not forbid us their reward and do not send us astray after them.


11- Then lastly after the Fourth Takbeer: you should pray for all Muslims. 


12- And lastly end the prayer with one salaam to the right ✅️ {Just Once}


May Allah forgive us all. 🙏

Wednesday, September 20, 2023

Ada apa dalam majlis maulid?

 Ada Apa Dalam Majlis Maulid? 

Maulidur Rasul atau Maulud Nabi Muhammad S.A.W.

 (مولود نبي محمد ﷺ)

28 September 2023 – Khamis (12 Rabiulawal 1444H)


Hari Maulid (kelahiran) Nabi S.A.W. adalah lebih besar, lebih agung, dan lebih mulia daripada dua Hari Raya. Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adlha hanya berlangsung sekali dalam setahun, sedangkan peringatan Maulid Nabi S.A.W., mengingat baginda dan sirohnya, mesti berlangsung terus, tidak terkait dengan waktu dan tempat.


Mengapa?


Karena Baginda-lah yang membawa ‘Ied (hari raya) dan berbagai kegembiraan yang ada di dalamnya. Karena Baginda juga, kita memiliki hari-hari lain yang agung dalam Islam. Jika tidak ada kelahiran Baginda, tidak ada bi’tsah (dibangkitkannya beliau sebagai rasul), Nuzul Quran, Isra Mikraj, Hijrah, kemenangan dalam Perang Badar, dan Futuh Mekah, kerana semua itu terhubung langsung dengan Baginda dan kelahirannya, yang merupakan sumber dari kebaikan-kebaikan terbesar.


Banyak dalil yang menunjukkan bolehnya memperingati Maulid yang mulia dan Beliau SAW menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan peringatan Maulid.


Pertama: Kita memperingati Maulid Nabi bukan hanya pada hari kelahirannya, tapi selalu dan selamanya, di setiap waktu dan setiap kesempatan, ketika kita mendapatkan kegembiraan, lebih-lebih lagi pada bulan kelahiran beliau, yaitu Rabi’ul Awwal, dan pada hari kelahiran baginda, hari Senin.


Tidak layak seorang yang berakal bertanya, “Mengapa kamu memperingatinya?” Seolah-olah dia bertanya, “Mengapa kamu bergembira dengan adanya Nabi S.A.W.?”.


Apakah sah bila pertanyaan ini timbul dari seorang yang Islam, yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah? Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang bodoh dan tidak memerlukan jawaban. Seandainya saya, misalnya, harus menjawab, cukuplah saya menjawabnya demikian, “Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan Baginda, saya gembira dengan Baginda, sebab saya mencintainya, dan saya mencintainya sebab saya seorang mukmin”.


Kedua: Yang dimaksudkan dengan peringatan Maulid adalah, berkumpul untuk mendengarkan siroh Baginda dan mendengarkan pujian-pujian tentang diri Baginda, juga memberi makan orang-orang yang hadir, memuliakan orang-orang fakir dan mereka yang memerlukan, serta menggembirakan hati orang-orang yang mencintai Baginda.


Ketiga: Kita tidak mengatakan bahwa peringatan Maulid itu dilakukan pada malam tertentu dan dengan cara tertentu, yang dinyatakan oleh nas-nas syariat secara jelas, seperti sembahyang, puasa, dan ibadah yang lain. Tidak macam itu.


Peringatan Maulid tidak seperti sembahyang, puasa, dan lain-lain. Tetapi juga tidak ada dalil yang melarang peringatan ini, karena berkumpul untuk mengingat Allah dan Rasul-Nya serta hal-hal lain yang baik adalah sesuatu yang harus diberi perhatian, terutama pada bulan Maulid.


Keempat: Berkumpulnya orang untuk memperingati acara ini adalah ajakan terbesar untuk dakwah, dan merupakan kesempatan yang sangat berharga yang tak boleh diabaikan. Bahkan, para da’i dan ulama, wajib mengingatkan manusia tentang Nabinya, baik akhlaknya, hal ihwalnya, sirohnya, muamalahnya, maupun ibadahnya. Di samping itu menasehati mereka menuju kebaikan dan kebahagiaan serta memperingatkan mereka dari bala, bid’aah, keburukan, dan fitnah.


Yang pertama merayakan Maulid Nabi adalah Sohibul Maulid sendiri, yaitu Nabi S.A.W., sebagaimana yang disebutkan dalam Hadis Sahih, yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa, ketika baginda ditanya mengapa berpuasa pada hari Senin, baginda menjawab, “Itu adalah hari kelahiranku.” Ini nas yang paling jelas dan terang yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid Nabi adalah sesuatu yang dibolehkan syara’.


Banyak dalil yang boleh kita jadikan dasar, untuk diperbolehkannya memperingati kelahiran Nabi Muhammad S.A.W.


BitZ, [9/20/2023 4:02 AM]

1. Peringatan Maulid Nabi S.A.W. adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan baginda. Bahkan orang kafir pun mendapatkan manfaat dengan kegembiraan itu; Ketika Suwaibah, hamba Abu Lahab, paman Nabi S.A.W., menyampaikan berita gembira tentang kelahiran Cahaya Alam Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka gembira. Oleh kerana kegembiraan dan merayakan kelahiran baginda itu, di akhirat nanti siksa terhadap dirinya diringankan setiap hari Senin dan keluar air syurga dari celahan jarinya untuk minumannya.


Demikianlah rahmat Allah terhadap siapapun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafirpun Allah merahmatinya, sebab bergembira atas kelahiran Nabi-Nya, bagaimanakah anugerah Allah bagi umatnya, yang iman selalu ada di hatinya?


2. Baginda sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah, pada hari itu atas nikmatNya yang terbesar kepadanya.


3. Gembira terhadap Rasulullah S.A.W. adalah perintah AI-Quran. Allah S.W.T. berfirman,


“Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira’.” Surah Yunus: 58.


Jadi, Allah sendiri meminta kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya, sedangkan Nabi S.A.W. merupakan rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut dalam Al-Quran,


“Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” Al-Anbiya’: 107.


4. Nabi S.A.W. mengambil berat kaitan antara masa dan kejadian dalam Islam yang besar yang telah lalu. Apabila datang masanya hari peristiwa itu terjadi, itu merupakan kesempatan untuk mengingatnya dan mengagungkan harinya.


5. Memperingati Maulid Nabi S.A.W. mendorong kita untuk bershalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala,


“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.” Al-Ahzab: 56.


Apa-apa yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang dituntut oleh syara’, berarti itu juga dituntut oleh syara’. Berapa banyak manfaat dan anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya.


6. Dalam Maulid, disebut tentang kelahiran beliau, mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadinya. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk menirunya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya?! Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.


7. Maulid Nabi juga merupakan ungkapan membalas jasa baginda dengan menunaikan sebagian kewajiban kita kepadanya dengan menjelaskan sifat-sifatnya yang sempurna dan akhlaknya yang utama.


Dulu, di zaman Nabi S.A.W., para penyair datang kepada baginda menyampaikan qasidah-qasidah yang memujinya. Nabi ridla dan senang dengan apa yang mereka lakukan, dan memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan.


Jika baginda pun ridla dengan orang yang memujinya, bagaimana baginda tidak ridla dengan orang yang mengumpulkan keterangan tentang akhlaknya yang mulia. Hal itu juga mendekatkan diri kita kepadanya, yaitu dengan menarik kecintaannya dan keridlaannya.


8. Mengenal sikap dan pribadi baginda S.A.W., mukjizat-mukjizatnya, dan irhash-nya (kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan pada diri seorang rasul sebelum diangkat menjadi rasul), menambahkan iman yang sempurna kepadanya dan menambah kecintaan terhadapnya.


Manusia itu diciptakan menyukai hal-hal yang indah, penampakan fisiknya maupun akhlaknya, ilmu maupun amal, keadaan maupun keyakinan. Dalam hal ini tidak ada yang lebih indah, lebih sempurna, dan lebih utama dibandingkan akhlak dan sikap Nabi S.A.W. Menambah kecintaan dan menyempurnakan iman adalah dua hal yang dituntut oleh syara’. Maka, apa saja yang bisa menambahkannya juga merupakan tuntutan agama.


9. Mengagungkan Nabi S.A.W. itu disyariatkan, bahagia dengan hari kelahirannya dengan menampakkan kegembiraan, membuat jamuan, berkumpul untuk mengingatnya, serta memuliakan orang-orang fakir, adalah bukti mengagungkannya, kegembiraan, dan rasa syukur yang paling nyata.


BitZ, [9/20/2023 4:02 AM]

10. Dalam ucapan Nabi S.A.W. tentang keutamaan hari Jumaat, disebutkan bahwa salah satu di antaranya adalah, “Pada hari itu Adam diciptakan”.


Ini menunjukkan dimuliakannya waktu masa seorang nabi dilahirkan. Maka bagaimana dengan hari dilahirkannya nabi yang paling utama dan rasul yang paling mulia?


11. Maulid juga adalah perkara yang dipandang baik oleh para ulama dan kaum muslimin di semua negeri dan telah dilakukan di semua tempat. Sebab itu, ia dituntut oleh syara’, berdasarkan kaedah yang diambil dari hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud,


“Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, ia pun baik di sisi Allah; dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah.”


12. Dalam menyambut Maulid Nabi, di dalamnya berkumpulnya umat, zikir, sedekah, dan pengagungan kepada Nabi S.A.W. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara’ dan terpuji.


13. Allah S.W.T. berfirman, “Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (wahai Muhammad), yang dengannya Kami teguhkan hatimu:’ Surah Hud: 120.


Dari ayat ini nyatalah bahawa hikmah dikisahkan tentang para rasul adalah untuk meneguhkan hati Nabi. Tidak dinafikan lagi di saat ini kita pun perlu untuk menguatkan hati kita dengan berita-berita tentang baginda, lebih dari keperluan baginda akan kisah para nabi sebelumnya.


14. Bukan berarti yang tidak pernah dilakukan Salafussoleh dulu dan tidak ada di awal Islam memberi arti bid’aah yang munkar dan buruk. Melainkan apa yang ‘baru’ itu (yang belum pernah dilakukan) mesti dinilai berdasarkan dalil-dalil syara’.


15. Tidak semua bid’aah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan Al-Quran, yang dilakukan Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Zaid, Sayyidina Usman, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Quran.


Apakah haram ketika Sayyidina Umar mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan Shalat Tarawih, sedangkan beliau mengatakan, “Sebaik-baik bid’aah adalah ini.”?


Banyak lagi perbuatan baik yang sangat diperlukan umat Islam namun dikatakan bid’aah yang haram apabila semua bid’aah itu diharamkan.


16. Maulid Nabi S.A.W., meskipun tiada di zaman Rasulullah S.A.W., sehingga menjadi bid’ah; adalah bid’ah hasanah (bid’ah yang baik). Ia termasuk di dalam dalil-dalil syara’ dan kaedah-kaedah kulliyyah (yang bersifat global).


Jadi, Maulid Nabi itu bid’ah jika kita hanya memandang bentuknya, bukan peranan-peranan amalan yang terdapat di dalamnya (sebagaimana terdapat dalam dalil kedua belas), karena amalan-amalan itu juga ada di zaman Nabi.


17. Semua yang tidak ada pada awal Islam dalam bentuknya, tetapi perincian-perincian amalnya ada, juga dituntut oleh syara’. Sebab, apa yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara’, pun dituntut oleh syara’.


18. Imam Syafi’i mengatakan, “Apa-apa yang baru (yang belum ada atau dilakukan di masa Nabi S.A.W.) dan bertentangan dengan Kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid’ah yang sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan yang tersebut itu, adalah terpuji “


19. Setiap kebaikan yang terangkum dalam dalil-dalil syar’i, hal itu tidak dimaksudkan untuk menyalahi syariat dan tidak pula mengandung suatu kemungkaran, itu termasuk ajaran agama.


20. Maulid Nabi S.A.W. bererti menghidupkan ingatan (kenangan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana yang kita lihat, sebagian besar amalan haji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah lalu.


21. Semua yang disebutkan di atas, tentang dibolehkannya secara syariat peringatan Maulid Nabi S.A.W., hanyalah pada amalan-amalan atau perbuatan yang tidak disertai perbuatan-perbuatan mungkar yang tercela, yang wajib ditentang, (seperti tontonan pengumbar aurot, judi, mabuk, dll).


Sumber: 1. Kitab Dzikroyat Wa Munasabat; 2. Kitab Haul Al Ihtifal Bi Dzikro Maulid An Nabawi Asy Syarif; 3. Majelis Al Haramain.


BitZ, [9/20/2023 4:02 AM]

“Di zaman akhir ini tidak ada madzhab yang memenuhi persyaratan kecuali madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali). Adapun madzhab yang lain seperti madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah adalah ahli bid’ah. Sehingga pendapat-pendapatnya tidak boleh diikuti”

(Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, halaman 9).


Dikutip dari Suara-NU.com

Oleh:Abuya Habib Al Imam As Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin ‘Alawi Al Maliki Al Hasani

Monday, September 18, 2023

Ahli Hakikat Yang Tertipu

 AHLI HAKIKAT YANG MENINGGALKAN SYARIAT, MEREKA TERTIPU TERPEDAYA DIJALANAN


Ada sebahagian dari pengamal ajaran ilmu tarekat tauhid hakikat makrifat mendakwa bahawa mereka sudah gugur bersyariat, tidak perlu BERSOLAT, berpuasa, zakat, mengerjakan haji dan SEBAGAINYA kerana mereka sudah mencapai maqam TAUHID haqiqat dan berma’rifat yang sebenar dan DENGAN berani melangar syariat malah berbangga dengannya.


Apakah benar dakwaan sebegini? Dan bolehkan mereka yang mendakwa sedemikian dijadikan ikutan?


Dakwaan itu adalah bathil, kerana hakikat dan

ma’rifat setinggi mana sekalipun tidak terpisah

dengan syariat. Dakwaan  ini adalah dari golongan

yang Tertipu, Terpedaya dan Keliru DALAM perjalanan. Rasulullah saw tetap kekal BERSYARIAT dan berhakikat sampai kehujung hayatnya... DAN tiada manusia yang lebih mulia dan sempurna dari

Rasulullah saw.


Mari kita lihat apa kata para ulama’ terutamanya ulama’ tasawuf atau para masyaikh thoriqat yang mu’tabarah yang juga merupakan Kata-kata ulama berkenaan dengan syariat dan TASAWUF (thoriqat/hakikat)


Syaikh al-‘Allamah al’Arifbillah Abi al-Qasim Abdul Karim bin Hawazin bin ‘Abdul Malik bin Talhah bin Muhammad al-Qusyairi an-Naisaburi menyebut di dalam kitab al-Risalah al-Qusyairiyah: Telah berkata seorang lelaki kepada Junaid [al- Baghdadi]: Diantara ahli ma’rifah ada satu kaum yang mengatakan bahwa meninggalkan harakat [amal perbuatan – ubudiah] termasuk dalam bab berbuat baik dan taqwa. Maka Junaid [al-Baghdadi] berkata: Ini adalah perkataan orang-orang yang ingin menggugurkan ‘amal [menggugurkan taklif].

Dan mereka disisiku perkara ini besar. DAN sesungguhnya orang yang mencuri dan berzina PUN masih lebih baik daripada orang yang MENGATAKAN hal tersebut kerana para arifbillah mereka memperoleh ‘amal dari Allah Ta’ala dan ber’amal kerana Allah Ta’ala. Dan andaikata aku hidup 1,000 tahun, aku tidak akan meninggalkan amal-amal kebajikan sebesar ZARRAH pun.


Syaikh Junaid al-Baghdadi berkata lagi:

علمنا هذا مقيد بالكتاب والسنة من لم يقرأ القرآن ويكتب

الحديث لا يقتدى به في علمنا هذا


Manakala Abu Yazid al-Bistami pula berkata:

Andaikata kalian melihat seorang yang diberikan pelbagai karamah, hingga di dapat terbang di udara sekalipun, maka janganlah kamu terpedaya, hingga kalian melihat bagaimana dia mematuhi perintah, larangan dan menjaga batas-batas Allah (hukum-hukum Allah) dan bagaimana ia menjalankan syariat.


Imam Malik رضي الله عنه berkata:

مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف

فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

Barangsiapa bertasawuf (berhaqiqat) dan tiada

berfeqah maka dia zindiq(orang yang zahirnya

Islam tapi menentang ajqran Islam), DAN barangsiapa yang berfeqah tiada bertasawuf maka

dia fasiq, dan barangsiapa yang menghimpun

keduanya maka dia tahqiq. (Kitab sharh ‘ain al-ilm

wa zain al-Hilm; Mulla Ali Qari)


Yang pertama dikatakan sebagia zindiq kerana ia

melihat kepada haqiqat tanpa melaksanakan

hukum-hukum syariat yang ditaklifkan kepadanya.

Makakala yang kedua dikatakan sebagai fasiq

kerana syariat zahirnya bagus namun bathinnya

masih bergelumang dengan mazmumah, tiada

keikhlasan pada amalannya. Dan ketiga itu

dikatakan tahqiq kerana dia telah menghimpunkan

diantara syariat dan haqiqat. Sempurna zahir dan

batinnya.


Telah berkata Abu Nuaim al-Asbahani didalam

kitabnya Hilyatul Auliya:

كان أبو حفص يقول: من لم يزن أفعاله وأحواله في كل وقت

بالكتاب والسنة، ولم يتهم خواطره فلا تعده في ديوان الرجال

Abu Hafs [Umar bin Salamah al-Haddad; wafat

260H/874M] berkata: Barangsiapa yang tidak

menimbang perbuatannya dan ahwalnya setiap

waktu dengan al-Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah,

dan tidak merasa syak terhadap lintasan-lintasan

hatinya, maka ia tidak termasuk di dalam diwan al-

rijal(senarai orang soleh)


Sultanul Auliya’ Shaikh Abdul Qadir al-Jilani رضي الله

عنه berkata:

كل حقيقة لا تشهد لها الشريعة فهي زندقة. طِرْ إِلى الحق عز


BitZ, [9/18/2023 9:52 PM]

وجل بجناحي الكتاب والسنة، ادخل عليه ويدك في يد

الرسول صلى الله عليه وسلم

Setiap haqiqat yang tidak disaksikan baginya

dengan syariat, maka ia adalah zindiq. 

Terbanglah

kepada al-Haq عز وجل dengan sayap al-Kitab dan as-

Sunnah. Masuklah kepadaNya sedangkan

tanganmu dalam genggaman tangan Rasulullah

صلى الله عليه وسلم . – Fathur rabbani -


ترك العبادات المفروضة زندقة. وارتكاب المحظورات

معصية، لا تسقط الفرائض عن أحد في حال من الأحوال-

الفتح الرباني للشيخ عبد القادر الجيلاني

Meninggalkan ibadat yang fardhu adalah zindiq.

Melakukan perkara yang terlarang adalah ma’siat.

Tidak gugur akan kefardhuan daripada seseorang

ketika ia berada di dalam satu hal DIANTARA ahwalnya(keadaan ektasi bersama Allah). - Fathur

rabbani -


Shaikh Abdul Wahab ash-Sha’rani berkata di dalam

Thabaqatul Kubra:

من دقق النظر علم أنه لا يخرج شىء من علوم أهل الله تعالى

عن الشريعة وكيف يخرج والشريعة صلتهم إلى الله عز وجل

في كل لحظة

Barangsiapa yang menghalusi PENELITIANNYA terhadap ilmu tasawuf, ia mengetahui BAHWASANYA tidak terkeluar satupun daripada ilmu-ilmu AHLILLAH (ilmu sufi atau ilmu haqiqat) daripada LANDASAN syariat. Dan bagaimana mereka boleh TERKELUAR daripada landasan syariat sedangkan IANYA merupakan penghubung mereka kepada Allah PADA setiap saat.


Shaikh Abul Hasan ash-Shadhzuli رضي الله عنه

berkata

إِذا عارض كشفُك الصحيح الكتابَ والسنة فاعمل بالكتاب

والسنة ودع الكشف، وقل لنفسك: إِن الله تعالى ضمن لي

العصمة في الكتاب والسنة، ولم يضمنها لي في جانب

الكشف والإِلهام

Apabila kasyafmu bercanggah dengan al-Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah, maka beramal dengan al-

Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah dan tinggalkan

kasyaf itu. Dan katakanlah kepada dirimu:

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menjaminkan

bagiku akan 'ismah (keterpeliharaan) al-Kitab (al-

Quran) dan as-Sunnah, dan Dia tidak pernah

menjamin tentang 'ismah kasyaf, ilham [kecuali jika

kasyaf dan ilham itu tidak bercanggah dengan al-

Quran dan as-Sunnah].


Abu al-Hussin al-Warraq berkata:

لايصل العبد إلى الله الا بالله، وبموافقة حبيبه صلى الله عليه

وسلم في شرائعه. ومن جعل الطريق إلى الوصول في غير

الإقتداء يضل من حيث يظن أنه مهتد

Tiada sampai seseorang hamba kepada Allah

melainkan dengan Allah dan mengikut syariat

kekasihNYA, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.

Sesiapa yang menjadikan jalan untuk sampai

kepada Allah tanpa mengikuti Rasulullah صلى الله

عليه وسلم , dia akan sesat dalam keadaan dia

menyangka diberi petunjuk oleh Allah.


Abu Said Ahamd bin Isa al-Kharraz (wafat 277H)

berkata:

كل باطن يخالفه ظاهر فهو باطل

Setiap perkara yang batin yang bercanggah dengan

perkara yang zahir (syariat), maka ia adalah batil.


Demikianlah sebahagian daripada petikan dari kata-

kata ulama’ besar tasawwuf yang mana ada

dikalangan mereka hidup dizaman salafus soleh

dan mereka inilah merupakan diantara imam-imam

dan ulama  yang mu’tabar...


Sekian. والله أعلم


SILA SHARE DAN SEBARKAN


البحور الشاذلية  | The Shadhili Oceans

https://youtube.com/watch?v=6mAt6WBEE2s&si=vBZhFzJcHxgSBlz_

Saturday, July 15, 2023

Pesan Ibn Atoillah

 Imam Ibnu Ato iLlah berkata didalam kitab Tajul Urus :

‏فإن كانت الذنوب منفتحة في وجهك . . فاستغث بالله، والجأ إليه، واحث التراب على رأسك، وقل اللهم انقلني من ذل المعصية إلى عز الطاعة، وزر ضرائح الأولياء والصالحين، وقل: يا أرحم الراحمين

Jika dosa-dosa selalu terbuka dihadapanmu, maka:

1. Mintalah pertolongan kepada Allah

2. Kembali kepada-Nya.

3. Taburkan debu di kepalamu (kinayah dari musibah besar).

4. Berdoalah, "Ya Allah, pindahkan saya dari kehinaan maksiat kepada kemuliaan taat.

5. ZIARAHILAH MAKAM WALI ALLAH DAN ORANG-ORANG SOLEH .

6. Berdoalah, Wahai Dzat yang Paling Pengasih.


Muhaqqiq kitab berkomentar:

زيارة القبور أمر مشروع، إذا ضاقت عليكم الأمور .. فعليكم بزيارة القبور.

Ziarah kubur adalah perkara yang disyariatkan. Jika urusan kalian sempit, galau. Maka ziarahlah kekuburan.

Thursday, June 29, 2023

Setiap Maksiat Ada Hukumannya

 Seorang lelaki datang kepada Imam al Hasan al Basri kemudian berkata kepadanya:

"Saya mendengar bahwa setiap maksiat itu ada hukumannya, maka sungguh saya telah banyak bermaksiat kepada Allah Ta'ala dan Dia belum menghukumku."

Hasan al basri menjawabnya:

"Duhai anakku, Allah Ta'ala sudah banyak menghukummu tapi tidak engkau sadari."

Dia berkata: "Bagaimana mungkin...?"

al Imam Hasan al Basri menjawab: "Bukankah Dia telah mengambil darimu kenikmatan bermunajat kepada-Nya?!"

"Bukankah telah berlalu malam-malam dimana engkau dijauhkan dari ibadah didalamnya?!"

"Bukankah telah ditahan lisanmu dari berzikir?!"

"Bukankah Dia telah menghukummu dengan kecintaan terhadap harta, jabatan, dan populariti ?!"

"Bukankah engkau merasakan hatimu berat untuk melakukan ketaatan?!"

"Bukankah telah dimudahkan untukmu berghibah, adu domba, dan berbohong?!"

"Bukankah engkau telah dilupakan akan akhirat dan dunia dijadikan keutamaan terbesarmu?!"

"Bukankah telah berlalu padamu musim-musim kebaikan: Ramadhan, enam hari Syawal, 10 hari Dzulhijjah, dan engkau tidak disibukkan dengannya sesuai apa yang seharusnya engkau laksanakan?!"

Sesungguhnya hukuman Allah تعالى yang paling ringan adalah yang dapat dirasakan, seperti pada harta, anak keturunan dan kesehatan. Ketahuilah, yang terberat darinya adalah apa-apa yang tidak dirasakan oleh hati.

Hukuman terbesar Allah تعالى bukan yang engkau ketahui akan tetapi dari hukumannya engkau dibukakan dunia yang membuatmu melupakan akhirat. Engkau dibukakan ilmu dunia yang membuatmu sibuk dan jauh dari ilmu syar'i atau belajar ilmu agama. Atau engkau diberi harta yang banyak tapi dijauhkan dari nikmatnya ketaatan dan ibadah. Inilah hukuman yang paling berat.

Maka, berapa banyak engkau dihukum tapi engkau tak menyadarinya?!

Sunday, June 18, 2023

Tawadhu

 Tawadu’ (تواضُعُ) adalah ‘keadaan seseorang menundukkan diri, meletakkan diri di peringkat rendah’. Kata nama ini diambil dari kata kerja tawada’a (تواضَعَ) dari wazan bahasa Arab (تفاعَلَ). Kata akar perbuatan ini ialah (وَضَعَ) yakni ‘letak; meletakkan’. 

Menurut al-Qushayri dalam Risalah al-Qushayriyyah, tawadu’ ialah ’penyerahan kepada kebenaran’ (الاستسلام للحق), manakala menurut Fudayl bin ‘Iyad, tawadu’ ialah ‘tunduk kepada kebenaran’ (تخضع للحق). 

Apabila seseorang itu dikatakan tawadu’, dia harus merendahkan diri kepada kebenaran. 

Tawadu’ bukan hanya ‘berpura-pura merendah diri, memakai pakaian compang camping, nampak lemah dan tidak terganggu dengan duniawi supaya digelar tawadu’. Tetapi ini juga tidak mustahil memang salah satu makna wazan تفاعل ialah ‘berpura-pura’. Sebagai contoh, ‘tidur’ (نام), ‘pura-pura tidur’ (تنَاوَمَ). 

Begitu juga tawadu’ bermaksud  ‘tahu meletakkan maruah diri di tempatnya yang betul’. Khususnya juga orang berilmu, iaitu tahu di mana mahu menyampaikan ilmu, tahu khalayak ilmunya, tahu dengan siapa berkawan, tahu bila mahu berdebat dan sebagainya. Paling penting juga, tahu meletakkan diri di ‘medan peperangan’ yang sebenar.

Thursday, June 8, 2023

Wednesday, June 7, 2023

Perbezaan Murid dan Murad dalam Ilmu Tarikat

 (FAEDAH) PERBEZAAN ANTARA MURID DAN MURAD DALAM ILMU THORIQAT.


Syeikhuna Tuan Guru Syeikh Ibrahim Masran Al-Banjari Hafizahullah ketika menjelaskan istilah Murid dan Murad, beliau berkata:


“Istilah Murid dan Murad ini mempunyai makna yang berbeza dalam ilmu thoriqah. Para ulama’ tasawwuf telah menjelaskannya dalam kitab-kitab karangan mereka. Di antaranya ialah Sultanul Auliya’ Saiyidi Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani radhiyallahu ‘anhu dalam kitabnya Al-Ghunyah. Boleh rujuk dalam kitab tersebut.


Diriwayatkan bahawa Al-Imam Al-Junaid radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya mengenai Murid dan Murad. Lalu beliau menjawab:


المريد تتولاه سياسة العلم، والمراد تتولاه رعاية الحق


"Murid dilindungi oleh siyasatul 'ilm, sementara Murad dilindungi oleh ri'ayatul Haqq, yakni Allah.


Imam Al-Junaid radhiyallahu ‘anhu juga berkata:


المريد يسير، والمراد يطير، فمتى يلحق السائر الطائر؟


“Murid itu berjalan, sementara Murad itu terbang. Maka bilakah orang yang berjalan mampu mengejar orang yang terbang?”


Daripada kenyataan Imam Al-Junaid ini, rahimahullah, kita dapat lihat bahawa perbezaan makna istilah Murid dan Murad ini adalah perbezaan yang merujuk kepada maqam, darjat dan kemuliaan seseorang salik ilallah.


Selain itu, para ulama’ tasawwuf mengatakan perbezaan antara Murid dan Murad itu, dengan bahawa:


• Murid itu mencari, sementara Murad itu dicari.


• Murid itu maujud, sementara Murad itu fan, yakni lebur.


• Murid itu mendekat, sedangkan Murad itu didekati.


• Murid itu dilindungi, sementara Murad itu melindungi, atau diminta perlindungan dengannya.


• Murid beramal dengan meniti satu jalan, sedangkan Murad di atas keseluruhan jalan.


• Murid memandang dengan cahaya Allah, sementara Murad memandang dengan Allah.


• Ibadah Murid adalah mujahadah, sementara ibadah Murad adalah mauhibah, yakni anugerah atau pemberian Allah.


• Murid mengerjakan amal dengan memandang imbalan, sementara Murad tidak memandang amal, bahkan memandang semuanya itu adalah taufiq dan anugerah Allah.


• Murid melakukan aktivitinya atas dasar perintah Allah, sementara Murad pula dengan perbuatan Allah.


• Murid menentang hawa nafsunya, sementara Murad bebas dari kehendak dan angan-angannya.


• Murid adalah mubtadi, sementara Murad adalah muntahi. Yakni Murid itu adalah pemula dalam perjalanannya menuju Allah, sementara Murad itu adalah orang yang sudah sampai di kemuncak jalan.


• Murid itu masih mendaki, sementara Murad itu sudah wusul dan sampai kepada Tuhan yang merupakan capaian tertinggi. Dan di sisi Tuhan, dia mendapatkan segala hal yang istimewa, yang berharga, yang lembut dan yang murni, sehingga melampaui setiap ahli ibadah yang taat, suka mendekatkan diri, berbakti, dan bertakwa.


• Murid diuji dengan kelelahan, sementara Murad diperlakukan dengan kelembutan.


• Murid adalah orang yang menerima kesusahan, keletihan dan tidak sunyi dari mengalami penderitaan, sedangkan Murad adalah orang yang menerima perintah dan menghadapi segala sesuatu tanpa merasa beban.”


Kata syeikhuna: “Dan ini sudah menjadi sunnatullah bahawa salik yang masih mubtadi perlu menempuh jalan mujahadah untuk wusul kepada-Nya. Jika sudah mencapai-Nya, maka segala beban itu akan dihilangkan daripada dirinya. Maka dia pun mendapat keringanan dalam menjalankan berbagai amalan nafilah dan meninggalkan syahwat.


Nah, ketika itu, dia hanya mencukupkan dirinya dengan ibadah fardu dan mengurangkan kesibukan ibadah sunnah. Hati dan maqam ruhaninya tetap terjaga. Batinnya terputus dari hubungan dengan selain Allah. Dia tidak lagi memerhatikan hati-hati manusia. Secara zahiriah dia kelihatan bercampur-baur bersama makhluk Allah, namun pada batinnya dia tetap bersama Allah Azza wa Jalla.


Lisannya selalu berhias dengan hikmah-hikmah Allah. Hatinya dipenuhi dengan ilmu Allah. Lisannya digunakan untuk menasihati hamba-hamba Allah. Sir di dalam hati nuraninya diberi kepercayaan untuk menjaga titipan-titipan Allah.

Thursday, May 18, 2023

Tentang Berteman

 Habib Taufiq Abdul Qadir Assegaf berkata; Dikatakan oleh salaf;

Jangan kamu bertemu kecuali satu diantara dua orang ini:

1. Orang yang kamu bisa belajar darinya ilmu agama kamu (orang alim)

2. Orang yang bisa kamu ajarinya ilmu (agama)



Nasihat Ali Zainal Abidin:

Jangan berteman dengan 5 orang:

1. Jangan berteman dengan ahmaq - bodoh tapi rasa pandai.

2. Jangan berteman dengan yang bakhil.

3. Jangan berteman dengan yang fasiq (yang lakukan dosa besar atau gemar lakukan dosa kecil)

4. Jangan berteman dengan yang suka bohong

5. Jangan berteman dengan yang memutus silaturrahim

A Brief Excerpt from Hydration of the Soul

 Abdul Aziz Suraqah

11h

  · 

A Brief Excerpt from Hydration of the Soul: A Commentary on The Drink of the People of Purity

The Shaykh says: 'Therefore, the one who travels by his [the Prophet’s] Supreme Ascension Point will have travelled the ascension points of every [master]; but the one who relinquishes it and clings instead to the secondary ascension points will find his journey arduous. And it is no secret that he will succumb to disruptions, extreme distance, vast wilderness, aimless wandering, and will be made to carry a burdensome load!'

COMMENTARY

According to Shaykh Muhammad al-Qandusi, the one who forsakes or diminishes the importance of the Supreme Ascension Point and focuses instead on the secondary ascension points as his means of drawing near to Allah and attaining the station of Ihsan will have a tough time of it. It is wayfaring (suluk), but he will “find his journey arduous” and difficult to endure in this age of dissolution and decline.

[…]

The one who relinquishes the Supreme Ascension Point while applying himself to the secondary ascension points will, as the Shaykh says, “succumb to disruptions, extreme distance, vast wilderness, aimless wandering, and will be made to carry a burdensome load.” Indeed, in this age of bewilderment and decay, where the Eschaton is not a distant future or a looming event over the horizon, but something in our midst, saturating everything around us, it has become abundantly clear that a Muslim in this age who forgoes the Original Path and clings instead to secondary methods developed in the past will suffer from everything of which the Shaykh speaks—sooner or later.

   The one who relinquishes the Supreme Ascension Point of invoking prayers upon the Prophet Muhammad (Allah bless him and give him peace) will succumb to disruptions. His wayfaring will be marked with frequent starting and stopping. For every two steps he takes he will take three steps back, if not more. For every degree of spiritual progress he makes, he will face obstacles that block the path and halt his progress.

   The one who relinquishes the Supreme Ascension Point of invoking prayers upon the Prophet Muhammad (Allah bless him and give him peace) will succumb to extreme distance. His wayfaring will bring him negative isolation spiritually and even socially. What is near will be made far; what is easy will be made difficult; and what is clear will be obscured.

   The one who relinquishes the Supreme Ascension Point of invoking prayers upon the Prophet Muhammad (Allah bless him and give him peace) will succumb to vast wilderness. His wayfaring will leave him stranded in wild metaphorical forests teeming with dangers. Threats will lurk in the shadows, lying in wait to attack him. Deep in the uncharted wilderness he will find neither a path nor an experienced guide; instead, he will find pitfalls, brigands, and predators in the form of charlatans and false-shaykhs.

   The one who relinquishes the Supreme Ascension Point of invoking prayers upon the Prophet Muhammad (Allah bless him and give him peace) will succumb to aimless wandering. He will wander from this method to that method, this formula of dhikr to that formula of dhikr, this gathering to that gathering. 

   The one who relinquishes the Supreme Ascension Point of invoking prayers upon the Prophet Muhammad (Allah bless him and give him peace) will be made to carry a burdensome load. He will be burdened with taking powerful medicines that are inappropriate for his spiritual constitution and condition; he will be burdened with replicating in this latter age (Akhir al-Zaman) what suited people of a different age, and will be made to feel guilty for his inability to bear it. 

   The one who does not realize the time he is in and the collective age of the Umma and its weakened state will not understand the importance of returning to this Original Path. If one is to survive—and thrive—in the Eschaton, the dark age in which knowledge and authority have degenerated, he must return to the Original Path of gratitude.

   The Shaykh is not saying one should cast aside the foundations of spiritual wayfaring, nor is he saying that the secondary paths are cut off in an absolute sense. Although he describes them as “secondary ascension points,” it is still possible, he says, to take one of them as one’s spiritual path and means of purification and illumination. If someone choses to stick to one of the secondary ascension points, the Shaykh offers him some advice.

Tuesday, May 9, 2023

Kesempurnaan Cinta

 Apabila cinta kepada Allah sudah sempurna, maka tidak ada sesuatu kesenangan yg dapat melebihi kesenangan dalam melakukan ibadah -  Al Ghazali

Wednesday, April 12, 2023

Bicara dan Amal Yang Beriman dan Munafik

 Seorang yang beriman itu sedikit bicaranya dan banyak beramalnya, sedangkan orang yang munafiq itu banyak bicaranya dan sedikit beramalnya. 

- Fudhail bin 'Iyadh

Tuesday, April 11, 2023

Mari Berselawat

 Mari Berselawat 📿! 

(الباب الرابع في فضيلة الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم)

BAB 4 : Keutamaan berselawat untuk Nabi Muhammad SAW.

قال النبي صلى الله عليه وسلم مَن صلّى عليّ واحدة صلّى الله عليه عشرا.

1.Nabi SAW bersabda:

Barang siapa mengucapkan selawat untukku sekali

Maka Allah memberi selawat (kasih sayang dan mengagungkan / memuliakan) untuknya sepuluh kali.

(H.R. Muslim, Abu Daud, Nasai, dan Ibnu Hibban dari Abi Hurairah )

وقال النبيّ صلى الله عليه وسلم مَن صلى عليّ الف مرّة لم يمت حتى يبشّر له بالجنّة.


2. Nabi Muhammad SAW bersabda: "Barang siapa berselawat kepadaku

1000 kali maka tak akan meninggal dunia sehingga diberikan kabar gembira masuk syurga


‏وقال النبي صلى الله عليه وسلم من صلى عليّ صلاة واحدة صلى الله عليه بها عشرا ومَن صلى عليّ عشرا صلى الله عليه بها مائة ومَن صلى عليّ مائة صلى الله عليه بها الفا ومَن صلى عليّ الفا لم تمسّه النار.


3. Nabi Muhammad SAW bersabda : Barang siapa berselawat untukku

satu kali, Maka kerananya Allah memberi selawat kepadanya sepuluh kali. Barang siapa berselawat untukku sepuluh kali, maka Allah memberi selawat kepadanya seratus kali. Barang siapa berselawat untukku seratus kali, maka kerananya Allah memberi selawat kepadanya seribu kali

Barang siapa yang berselawat untukku seribu kali maka dia tak akan disentuh api neraka

وقال صلى الله عليه وسلم مَن نسي الصلاة عليّ فقد أخطأ طريق الجنّة.

4.Nabi Muhammad SAW bersabda : Barang siapa lupa berselawat untukku, maka dia benar-benar telah menyimpang dari jalan syurga


وقال صلى الله عليه وسلم إنّ اولى الناس بي يوم القيامة أكثرهم عليّ صلاة.


5.      Nabi Muhammad SAW bersabda : "Sesungguhnya orang yang lebih utama bersamaku di hari kiamat adalah orang yang paling banyak berselawat untukku". (HR. Bukhari dan Ibnu Hibban dari Ibnu Masud ra.)


‏وقال صلى الله عليه وسلم صلاتكم عليّ محاقة. 

6.Nabi Muhammad SAW bersabda : "Selawat kalian untukku adalah penghancur (dosa-dosa)

وقال صلى الله عليه وسلم مَن صلى عليّ في كلّ جمعة اربعين مرّة محا الله ذنوبه كلّها.


‏7. Nabi Muhammad SAW bersabda

 : "Barang siapa berselawat untukku di setiap hari Jumaat sebanyak 40 kali maka Allah menghapus semua dosa-dosanya".


وقال صلى الله عليه وسلّم مامِن دعاء إلّا بينه وبين السماء حجاب حتى يصلّي عليّ فإذا صلّى عليّ انخرق ذلك الحجاب ورفع الدعاء.


8. Nabi Muhammad SAW bersabda : Tiadalah sebuah doa terkecuali diantara doa tersebut dan langit ada penghalang hingga dibacakan selawat untukku. Ketika dibacakan selawat untukku maka terbukalah hijab tersebut dan diangkatlah do'a.


‏وقال صلى الله عليه وسلم مَن صلّى عليّ في يوم مائة مرّة قضى الله له مائة حاجة سبعين منها لآخرته وثلاثين منها لدنياه.


9. Nabi Muhammad SAW bersabda : "Barang siapa berselawat untukku seratus kali dalam sehari maka Allah menunaikan seratus hajatnya.


‏Tujuh puluh untuk hajat akhiratnya dan tiga puluh untuk hajat dunianya." (HR: Ibnu Najar dari Jabir ra.).


وقال صلى الله عليه وسلّم مَن صلى عليّ صلاة واحدة صلّى الله عليه وملائكتُه عشرين مرّة ولم يمت حتى يبشَّر بالجنّة.


10.Nabi Muhammad SAW bersabda : Barang siapa berselawat untkku sekali, maka Allah   memberi selawat untuknya dan para malaikat juga mendoakan dia dua puluh kali dan dia tidak akan mati hingga diberi kabar gembira masuk syurga.

Thursday, March 23, 2023

Senarai Pondok-pondok di Malaysia

 Sabda Nabi Saw (Mafhumnya) "Menuntut Ilmu (Agama) Itu Suatu Kefardhuan Atas Tiap-Tiap Muslim" Dan Pada Riwayat Yang Lain Mengatakan "...Dan Muslimah"

Berikut Senarai Nama-Nama Pondok Di Malaysia :-

1) Madrasah Ad-Diniah Al-Bakriah (Pondok Pasir Tumbuh), Kota Bharu, Kelantan

2) Madrasah Ar-Rahmaniah (Pondok Lubuk Tapah), Pasir Mas, Kelantan

3) Madrasah Ar-Rahmaniah (Pondok Tn Guru Hj Salleh), Seberang Pekan Sik, Sik, Kedah

4) Madrasah Ar-Rahmaniah (Pondok Neting), Tumpat, Kelantan

5) Madrasah Muhammadiah (Pondok Sg Durian), Kuala Krai, Kelantan

6) Madrasah Muhammadiah (Pondok Beta Hilir), Kota Bharu, Kelantan

7) Madrasah Yusufiah (Pondok Banggol Naim), Pasir Mas, Kelantan

8) Madrasah Dakwah Islamiah (Pondok Sri Permai Seligi), Pasir Puteh, Kelantan

9) Madrasah Fununiah Tunjuniah, Kota Bharu, Kelantan

10) Pondok Berangan, Tumpat, Kelantan

11) Madrasah Darul Muttaqin (Pondok Lepan Bola), Tanah Merah, Kelantan

12) Madrasah Darul Ilmi (Pondok Bukit Gading), Tanah Merah, Kelantan

13) Madrasah Ad-Diniah Al-Falahiah, Pasir Puteh, Kelantan

14) Madrasah An-Najmiah (Pondok Geting), Tumpat, Kelantan - Umno

15) Madrasah Diauddin (Pondok Gual Dalam), Pasir Mas, Kelantan

16) Madrasah Nasrullah (Pusat Tarbiah), Pasir Mas, Kelantan

17) Kulliyah Pondok Darul Naim, Pasir Tumbuh, Kelantan

18) Pusat Pengajian Pondok, Bachok, Kelantan

19) Pondok Banggol Stol, Pasir Mas, Kelantan ( Pelajar Sekolah & Orang Tua )

20) Pondok Kuin Pasir, Bachok, Kelantan

21) Pondok Hj Yaakub Samba, Pasir Putih, Kelantan ( Pelajar Bujang, Kelamin & Orang Tua )

22) Madrasah Darul Naim, Melor, Kota Bharu, Kelanta

23) Madrasah Diniah Yusufiah (Pondok Jaba), Jeli, Kelantan ( Pelajar Sekolah & Orang Tua)

24) Pondok Mahiliah, Tumpat, Kelantan ( Pelajar Sekolah)

25)Pondok Mahligai, Melor, Kelantan ( Pelajar Sekolah & Orang Tua )

26) Pondok Panglima Bayu, Tanah Merah, Kelantan

27) Pondok Darul Hanan, Tumpat, Kelantan ( Orang Tua )

28) Pondok Kampung Jal, Tumpat, Kelantan

29) Pondok Lati, Pasir Mas, Kelantan ( Orang Tua )

30) Madrasah Diniah Ihsaniah (Pondok Hutan Pasir), Pasir Mas, Kelantan

31) Pondok Hidayah, Machang, Kelantan

32) Madrasah Tarbiah Athfal (Pondok Talak), Tumpat, Kelantan

33) Pondok Hj Ali, (Tok Uban), Kelantan34) Pondok Panchor, Pengkalan Chepa, Kota Bharu, Kelantan

35) Pondok Sungai Keladi, Pasir Mas, Kelantan

36) Pondok Tn Guru Hj Ismail, Pasir Mas, Kelantan

37) Pondok Hj Hasan, (Dekat Masjid Lemal)

38) Madrasah Al-Munajjiyah (Pondok Sungai Bayu), Gua Musang, Kelantan

39) Pondok Padang Bongor, Tanah Merah, Kelantan ( Tahfiz )

40) Pondok Ihya’ Al-Ulum D/A Maahad Tahfiz Darul Quran Wal-Qiraat, Pasir Mas, Kelantan

41) Madrasah Ribat, Parit Perupuk, Jalan Temenggung Ahmad, Muar, Johor

42) Madrasah Miftahul Muarif (Pondok Jorak), Muar, Johor

43) Madrasah Darul Istiqamah, Kg Simpang Baba, Muar, Johor

44) Madrasah Darul Muhajirin, Seberang Prai, Pulau Pinang

44) Madrasah Sa’adatul Wataniah (Pondok Telaga Panchor), Kg Tembak, Baling, Kedah

45) Madrasah Tahzib An-Nufus (Pondok Ustaz Awang Lanai), Kupang, Baling, Kedah

46) Madrasah Tn Guru Hj Abu Bakar Taib

47) Madrasah Misbahul Falah (Pondok Lanai), Kupang, Baling, Kedah

48) Madrasah Ad-Diniah Al-Latifiah (Pondok Pak Teh), Kroh, Perak

49) Madrasah Diniah Ahmadiah Islamiah (Pondok Ahmad Nahu), Kg Kuala Beris, Nami, Sik, Kedah

50) Madrasah Irsyadiah Islamiah, Ampang, Jeneri, Kedah

51) Madrasah Nur Islamiah, Gajah Mati, Pendang, Kedah

52) Madrasah Takwiyatul Islamiah (Pondok Bukit Lada), Pokok Sena, Kedah

53) Madrasah Ijtimaiyyah Al-Ahmadiah, Tanjung Bedil, Mukim Gunung, Alor Setar, Kedah

54) Madrasah Al-Hidayah Al-Hukmiah (Pondok Permatang Nibong), Mukim Jeram, Jitra, Kedah

55) Madrasah Al-Falah As-Samaniah Ad-Diniah (Pondok Alor Janggus), Mukim Padang Lalang, Alor Setar, Kedah

56) Madrasah Ulum Diniah Al-Uthmaniah (Pondok Tanjung Kapor), Jitra, Kedah - Umn

57) Markaz At-Ta’lim Wat Tarbiah (Pondok Bandar Hilir), Teloi Tua, Sik, Kedah

58) Ribat Nasrul Muhajirin, Megat Dewa, Kodiang, Kedah

59) Madrasah Manabi’ A-Ulum Ad-Diniah, Mukim Jeram, Jitra , Kedah

60) Madrasah Darul Muhtadin (Belakang Masjid Sg Pau), Jeniang, Sik, Kedah

61) Maahad Dar Muhajirin, Kg Bukit Gajah Teriak, Mukim Binjal, Jitra, Kedah

62) Madrasah At-Tarbiah (Pondok Kg Landai), Gulau Sok, Sik, Kedah

63) Pondok Semeling, Bedong, Kedah

64) Madrasah As-Sa’adah Al-Islamiah (Pondok Gajah Mati), Kg Gajah Mati, Mukim Padang Pusing, Pendang, Kedah

65) Madrasah Ad-Diniah Al-Mardiah, Kg Seberang Sg Kob, Karangan, Kulim, Kedah

66) Maahad Al-Tarbiah Al-Islamiah Al-Wataniah (Pondok Begia), Kg Begia, Jalan Jeneri, Sik, Kedah

67) Madrasah Tarbiyatul Awladiyyah Darul Ulum, Kg Kilim, Pulau Langkawi, Kedah

68) Madrasah Az-Zuhdiah, Kg Charuk Salang, Parit Panjang, Kupang, Baling, Kedah

69) Madrasah Islahiah (Pondok Ustaz Adnan), Kg Paya Kelubi, Sg Karangan, Padang Serai, Kedah

70) Pondok Ustaz Raouf, Repah, Tampin, Negeri Sembilan

71) Madrasah Mazahir Ulum, Linggi, Port Dickson, Negeri Sembilan

72) Pondok Baitul Qurra’ Wal Ilmi, Sungai Udang, Melaka

73) Madrasah Al-Hasanah, Kampung Padang Temu, Melaka

74) Madrasah An-Najah (Pondok Bukit Keledang), Mengkarak, Pahang

75) Pondok Darul Huda, Kg Padang Luas, Mengkarak, Pahang

76) Pusat Pendidikan Islam An-Nuur, Kg Kuala Penor, Kuantan, Pahang

77) Markaz Tarbiah Darul Hijrah Al-Islamiah, Jalan Maran, Temerloh, Pahang

78) Madrasah Ustaz Sobarudin

79) Madrasah Darul Salam, Kampung Sri Damai, Kuantan, Pahang

80) Pondok Darussalam, Kuala Ibai, Kuala Terengganu, Terengganu

81) Madrasah Darul Bayan, Kg Pinang Merah, Paka, Dungun, Terengganu

82) Madrasah Falahiah (Pondok Paku), Kg Kerandang, Besut, Jerteh, Terengganu

83) Pusat Pengajian Taman Islam, Jalan Bakau Tinggi, Chukai, Kemaman, Terengganu

84) Pondok Bukit Jong, Jalan Kelantan, Kuala Terengganu, Terengganu

85) Madrasah Batu 22, Kuala Berang, Hulu Terengganu, Terengganu

86) Madrasah Dual Ikwan (Pondok Lubuk Pandan), Marang, Terengganu

87) Madrasah Matla’ Badrain (Pondok Jabi), Jabi, Terengganu

88) Pondok Sungai Bari (Pondok Hj Lah Apal)

89) Madrasah As Sirotol Mustaqim (Pondok Al Mustaqim), Binjai, Kemaman, Terengganu

90) Madrasah Al-Ikhlas, Kg. Che Muhid, Guntong Dalam, Setiu, Terengganu

91) Madrasah Al-Hidayah, Batu Burok, Kuala Terengganu, Terengganu

92) Madrasah Islamiah (Pondok Al-Jenderami), Kg Baru, Lorong Aman, Jenderam Hilir, Dengkil, Selangor

93) Pusat Pengajian Pondok Bustanul Arifin, Jalan Hj Amin, Kg Labuhan Dagang, Banting, Selangor

94) Raudhatul Ulum (Markaz Tarbiyah Islamiah) - Darul Atiq (Caw), Batang Kali, Ulu Selangor, Selangor

95) Persatuan Sinar Damsyik Malaysia (Maahad Tahzib Wat-Ta'lim), Shah Alam, Selangor

Wednesday, March 1, 2023

Nota: Between Hawa and Shahwah

 Between Hawa and Shahwah

What’s the difference between hawa al-nafs and shahwat al-nafs? The desires of whims vs lusts?

We have physical impulses like lust, over eating and greed. They are desires that have root in our biology, and they are excesses of things we actually need for survival.

Now “hawa” or whimsical impulses are desires that have no root in our biology. As a result, these desires are always random. They change from decade to decade or year to year. In fashion or in academia, there’s always something new and in vogue.

In contrast, the passions or “shahwat al-nafs,” never change even from the time of the first humans; it’s always food, lust, fame, wealth & power.

Dr. Shadee Elmasry

https://islamicrays.tumblr.com/post/154423183102/whats-the-difference-between-hawa-al-nafs-and

https://cahayapalingbaik.blogspot.com/2014/02/syahwat-dan-hawa.html

The Real Meaning And Ten Levels of Love

 The Real Meaning And Ten Levels of Love - Hamza Yusuf

'alaqah
attachment, attached to beloved

iradah
willful love, turiduhu, start looking for beloved

sobaba
sobbal ma`u
starts to lose control in love

gharam
mughram bihi, just want to be with them all the time

widad
wuddu, pure love
nafs desire, more about you then the beloved

wud
pure love also, love and loved the servent
mawaddan, a love wont be divorced when incapable or old
a mother's love

shaghaf
when heart is surrounded by love

'ishq
dangerous state of love
can literally go crazy,
a vine that go around the tree, and kill it
the cure, is the embrace

tatayyum, taym
a type of ubudiyya, not the level of 'abd
high degree of love, with servitude goes with it
in service of the beloved

ta'abbud
become a complete slave of the beloved
will do anything for the beloved
adoration, adore, love.

khullah
khalil, like ibrahim.
Allah took Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam as khalil as He took Ibrahim 'alayhissalam as khalil.
hubb contains all of these love, but khalil the highest level of love when mahabbah, it completely permeat every cell of your body and soul















Tuesday, February 21, 2023

313 Names of Sahabah

313 NAMES OF SAHABAH,

the battle of Badr took place on the 17th of ramadan.

1. Prophet Muhammad ﷺ

2. Abu Bakar as-Siddiq

3. Umar bin al-Khattab

4. Uthman bin Affan

5. Ali bin Abu Talib

6. Talhah bin ‘Ubaidillah

7. Bilal bin Rabah

8. Hamzah bin Abdul Muttalib

9. Abdullah bin Jahsyi

10. Al-Zubair bin al-Awwam

11. Mus’ab bin Umair bin Hashim

12. Abdur Rahman bin ‘Auf

13. Abdullah bin Mas’ud

14. Sa’ad bin Abi Waqqas

15. Abu Kabshah al-Farisi

16. Anasah al-Habsyi

17. Zaid bin Harithah al-Kalbi

18. Marthad bin Abi Marthad al-Ghanawi

19. Abu Marthad al-Ghanawi

20. Al-Husain bin al-Harith bin Abdul Muttalib

21. ‘Ubaidah bin al-Harith bin Abdul Muttalib

22. Al-Tufail bin al-Harith bin Abdul Muttalib

23. Mistah bin Usasah bin ‘Ubbad bin Abdul Muttalib

24. Abu Huzaifah bin ‘Utbah bin Rabi’ah

25. Subaih (servant of Abi ‘Asi bin Umayyah)

26. Salim (servant of Abu Huzaifah)

27. Sinan bin Muhsin

28. ‘Ukasyah bin Muhsin

29. Sinan bin Abi Sinan

30. Abu Sinan bin Muhsin

31. Syuja’ bin Wahab

32. ‘Utbah bin Wahab

33. Yazid bin Ruqais

34. Muhriz bin Nadhlah

35. Rabi’ah bin Aksam

36. Thaqfu bin Amir

37. Malik bin Amir

38. Mudlij bin Amir

39. Abu Makhsyi Suwaid bin Makhsyi al-Ta’i

40. ‘Utbah bin Ghazwan

41. Khabbab (servant of ‘Utbah bin Ghazwan)

42. Hathib bin Abi Balta’ah al-Lakhmi

43. Sa’ad al-Kalbi (servant of Hathib)

44. Suwaibit bin Sa’ad bin Harmalah

45. Umair bin Abi Waqqas

46. Al-Miqdad bin ‘Amru

47. Mas’ud bin Rabi’ah

48. Zus Syimalain Amru bin Amru

49. Khabbab bin al-Arat al-Tamimi

50. Amir bin Fuhairah

51. Suhaib bin Sinan

52. Abu Salamah bin Abdul Asad

53. Syammas bin Uthman

54. Al-Arqam bin Abi al-Arqam

55. Ammar bin Yasir

56. Mu’attib bin ‘Auf al-Khuza’i

57. Zaid bin al-Khattab

58. Amru bin Suraqah

59. Abdullah bin Suraqah

60. Sa’id bin Zaid bin Amru

61. Mihja bin Akk (servant of Umar bin al-Khattab)

62. Waqid bin Abdullah al-Tamimi

63. Khauli bin Abi Khauli al-Ijli

64. Malik bin Abi Khauli al-Ijli

65. Amir bin Rabi’ah

66. Amir bin al-Bukair

67. Aqil bin al-Bukair

68. Khalid bin al-Bukair

69. Iyas bin al-Bukair

70. Uthman bin Maz’un

71. Qudamah bin Maz’un

72. Abdullah bin Maz’un

73. Al-Saib bin Uthman bin Maz’un

74. Ma’mar bin al-Harith

75. Khunais bin Huzafah

76. Abu Sabrah bin Abi Ruhm

77. Abdullah bin Makhramah

78. Abdullah bin Suhail bin Amru

79. Wahab bin Sa’ad bin Abi Sarah

80. Hatib bin Amru

81. Umair bin Auf

82. Sa’ad bin Khaulah

83. Abu Ubaidah Amir al-Jarah

84. Amru bin al-Harith

85. Suhail bin Wahab bin Rabi’ah

86. Safwan bin Wahab

87. Amru bin Abi Sarah bin Rabi’ah

88. Sa’ad bin Muaz

89. Amru bin Muaz

90. Al-Harith bin Aus

91. Al-Harith bin Anas

92. Sa’ad bin Zaid bin Malik

93. Salamah bin Salamah bin Waqsyi

94. ‘Ubbad bin Waqsyi

95. Salamah bin Thabit bin Waqsyi

96. Rafi’ bin Yazid bin Kurz

97. Al-Harith bin Khazamah bin ‘Adi

98. Muhammad bin Maslamah al-Khazraj

99. Salamah bin Aslam bin Harisy

100. Abul Haitham bin al-Tayyihan

101. ‘Ubaid bin Tayyihan

102. Abdullah bin Sahl

103. Qatadah bin Nu’man bin Zaid

104. Ubaid bin Aus

105. Nasr bin al-Harith bin ‘Abd

106. Mu’attib bin ‘Ubaid

107. Abdullah bin Tariq al-Ba’lawi

108. Mas’ud bin Sa’ad

109. Abu Absi Jabr bin Amru

110. Abu Burdah Hani’ bin Niyyar al-Ba’lawi

111. Asim bin Thabit bin Abi al-Aqlah

112. Mu’attib bin Qusyair bin Mulail

113. Abu Mulail bin al-Az’ar bin Zaid

114. Umair bin Mab’ad bin al-Az’ar

115. Sahl bin Hunaif bin Wahib

116. Abu Lubabah Basyir bin Abdul Munzir

117. Mubasyir bin Abdul Munzir

118. Rifa’ah bin Abdul Munzir

119. Sa’ad bin ‘Ubaid bin al-Nu’man

120. ‘Uwaim bin Sa’dah bin ‘Aisy

121. Rafi’ bin Anjadah

122. ‘Ubaidah bin Abi ‘Ubaid

123. Tha’labah bin Hatib

124. Unais bin Qatadah bin Rabi’ah

125. Ma’ni bin Adi al-Ba’lawi

126. Thabit bin Akhram al-Ba’lawi

127. Zaid bin Aslam bin Tha’labah al-Ba’lawi

128. Rib’ie bin Rafi’ al-Ba’lawi

129. Asim bin Adi al-Ba’lawi

130. Jubr bin ‘Atik

131. Malik bin Numailah al-Muzani

132. Al-Nu’man bin ‘Asr al-Ba’lawi

133. Abdullah bin Jubair

134. Asim bin Qais bin Thabit

135. Abu Dhayyah bin Thabit bin al-Nu’man

136. Abu Hayyah bin Thabit bin al-Nu’man

137. Salim bin Amir bin Thabit

138. Al-Harith bin al-Nu’man bin Umayyah

139. Khawwat bin Jubair bin al-Nu’man

140. Al-Munzir bin Muhammad bin ‘Uqbah

141. Abu ‘Uqail bin Abdullah bin Tha’labah

142. Sa’ad bin Khaithamah

143. Munzir bin Qudamah bin Arfajah

144. Tamim (servant of Sa’ad bin Khaithamah)

145. Al-Harith bin Arfajah

146. Kharijah bin Zaid bin Abi Zuhair

147. Sa’ad bin al-Rabi’ bin Amru

148. Abdullah bin Rawahah

149. Khallad bin Suwaid bin Tha’labah

150. Basyir bin Sa’ad bin Tha’labah

151. Sima’ bin Sa’ad bin Tha’labah

152. Subai bin Qais bin ‘Isyah

153. ‘Ubbad bin Qais bin ‘Isyah

154. Abdullah bin Abbas

155. Yazid bin al-Harith bin Qais

156. Khubaib bin Isaf bin ‘Atabah

157. Abdullah bin Zaid bin Tha’labah

158. Huraith bin Zaid bin Tha’labah

159. Sufyan bin Bisyr bin Amru

160. Tamim bin Ya’ar bin Qais

161. Abdullah bin Umair

162. Zaid bin al-Marini bin Qais

163. Abdullah bin ‘Urfutah

164. Abdullah bin Rabi’ bin Qais

165. Abdullah bin Abdullah bin Ubai

166. Aus bin Khauli bin Abdullah

167. Zaid bin Wadi’ah bin Amru

168. ‘Uqbah bin Wahab bin Kaladah

169. Rifa’ah bin Amru bin Amru bin Zaid

170. Amir bin Salamah

171. Abu Khamishah Ma’bad bin Ubbad

172. Amir bin al-Bukair

173. Naufal bin Abdullah bin Nadhlah

174. ‘Utban bin Malik bin Amru bin al-Ajlan

175. ‘Ubadah bin al-Somit

176. Aus bin al-Somit

177. Al-Nu’man bin Malik bin Tha’labah

178. Thabit bin Huzal bin Amru bin Qarbus

179. Malik bin Dukhsyum bin Mirdhakhah

180. Al-Rabi’ bin Iyas bin Amru bin Ghanam

181. Waraqah bin Iyas bin Ghanam

182. Amru bin Iyas

183. Al-Mujazzar bin Ziyad bin Amru

184. ‘Ubadah bin al-Khasykhasy

185. Nahhab bin Tha’labah bin Khazamah

186. Abdullah bin Tha’labah bin Khazamah

187. Utbah bin Rabi’ah bin Khalid

188. Abu Dujanah Sima’ bin Kharasyah

189. Al-Munzir bin Amru bin Khunais

190. Abu Usaid bin Malik bin Rabi’ah

191. Malik bin Mas’ud bin al-Badan

192. Abu Rabbihi bin Haqqi bin Aus

193. Ka’ab bin Humar al-Juhani

194. Dhamrah bin Amru

195. Ziyad bin Amru

196. Basbas bin Amru

197. Abdullah bin Amir al-Ba’lawi

198. Khirasy bin al-Shimmah bin Amru

199. Al-Hubab bin al-Munzir bin al-Jamuh

200. Umair bin al-Humam bin al-Jamuh

201. Tamim (servant of Khirasy bin al-Shimmah)

202. Abdullah bin Amru bin Haram

203. Muaz bin Amru bin al-Jamuh

204. Mu’awwiz bin Amru bin al-Jamuh

205. Khallad bin Amru bin al-Jamuh

206. ‘Uqbah bin Amir bin Nabi bin Zaid

207. Hubaib bin Aswad

208. Thabit bin al-Jiz’i

209. Umair bin al-Harith bin Labdah

210. Basyir bin al-Barra’ bin Ma’mur

211. Al-Tufail bin al-Nu’man bin Khansa’

212. Sinan bin Saifi bin Sakhr bin Khansa’

213. Abdullah bin al-Jaddi bin Qais

214. Atabah bin Abdullah bin Sakhr

215. Jabbar bin Umaiyah bin Sakhr

216. Kharijah bin Humayyir al-Asyja’i

217. Abdullah bin Humayyir al-Asyja’i

218. Yazid bin al-Munzir bin Sahr

219. Ma’qil bin al-Munzir bin Sahr

220. Abdullah bin al-Nu’man bin Baldumah

221. Al-Dhahlak bin Harithah bin Zaid

222. Sawad bin Razni bin Zaid

223. Ma’bad bin Qais bin Sakhr bin Haram

224. Abdullah bin Qais bin Sakhr bin Haram

225. Abdullah bin Abdi Manaf

226. Jabir bin Abdullah bin Riab

227. Khulaidah bin Qais bin al-Nu’man

228. An-Nu’man bin Yasar

229. Abu al-Munzir Yazid bin Amir

230. Qutbah bin Amir bin Hadidah

231. Sulaim bin Amru bin Hadidah

232. Antarah (servant of Qutbah bin Amir)

233. Abbas bin Amir bin Adi

234. Abul Yasar Ka’ab bin Amru bin Abbad

235. Sahl bin Qais bin Abi Ka’ab bin al-Qais

236. Amru bin Talqi bin Zaid bin Umaiyah

237. Muaz bin Jabal bin Amru bin Aus

238. Qais bin Mihshan bin Khalid

239. Abu Khalid al-Harith bin Qais bin Khalid

240. Jubair bin Iyas bin Khalid

241. Abu Ubadah Sa’ad bin Uthman

242. ‘Uqbah bin Uthman bin Khaladah

243. Ubadah bin Qais bin Amir bin Khalid

244. As’ad bin Yazid bin al-Fakih

245. Al-Fakih bin Bisyr

246. Zakwan bin Abdu Qais bin Khaladah

247. Muaz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah

248. Aiz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah

249. Mas’ud bin Qais bin Khaladah

250. Rifa’ah bin Rafi’ bin al-Ajalan

251. Khallad bin Rafi’ bin al-Ajalan

252. Ubaid bin Yazid bin Amir bin al-Ajalan

253. Ziyad bin Lubaid bin Tha’labah

254. Khalid bin Qais bin al-Ajalan

255. Rujailah bin Tha’labah bin Khalid

256. Atiyyah bin Nuwairah bin Amir

257. Khalifah bin Adi bin Amru

258. Rafi’ bin al-Mu’alla bin Luzan

259. Abu Ayyub bin Khalid al-Ansari

260. Thabit bin Khalid bin al-Nu’man

261. ‘Umarah bin Hazmi bin Zaid

262. Suraqah bin Ka’ab bin Abdul Uzza

263. Suhail bin Rafi’ bin Abi Amru

264. Adi bin Abi al-Zaghba’ al-Juhani

265. Mas’ud bin Aus bin Zaid

266. Abu Khuzaimah bin Aus bin Zaid

267. Rafi’ bin al-Harith bin Sawad bin Zaid

268. Auf bin al-Harith bin Rifa’ah

269. Mu’awwaz bin al-Harith bin Rifa’ah

270. Muaz bin al-Harith bin Rifa’ah

271. An-Nu’man bin Amru bin Rifa’ah

272. Abdullah bin Qais bin Khalid

273. Wadi’ah bin Amru al-Juhani

274. Ishmah al-Asyja’i

275. Thabit bin Amru bin Zaid bin Adi

276. Sahl bin ‘Atik bin al-Nu’man

277. Tha’labah bin Amru bin Mihshan

278. Al-Harith bin al-Shimmah bin Amru

279. Ubai bin Ka’ab bin Qais

280. Anas bin Muaz bin Anas bin Qais

281. Aus bin Thabit bin al-Munzir bin Haram

282. Abu Syeikh bin Ubai bin Thabit

283. Abu Tolhah bin Zaid bin Sahl

284. Abu Syeikh Ubai bin Thabit

285. Harithah bin Suraqah bin al-Harith

286. Amru bin Tha’labah bin Wahb bin Adi

287. Salit bin Qais bin Amru bin ‘Atik

288. Abu Salit bin Usairah bin Amru

289. Thabit bin Khansa’ bin Amru bin Malik

290. Amir bin Umaiyyah bin Zaid

291. Muhriz bin Amir bin Malik

292. Sawad bin Ghaziyyah

293. Abu Zaid Qais bin Sakan

294. Abul A’war bin al-Harith bin Zalim

295. Sulaim bin Milhan

296. Haram bin Milhan

297. Qais bin Abi Sha’sha’ah

298. Abdullah bin Ka’ab bin Amru

299. ‘Ishmah al-Asadi

300. Abu Daud Umair bin Amir bin Malik

301. Suraqah bin Amru bin ‘Atiyyah

302. Qais bin Mukhallad bin Tha’labah

303. Al-Nu’man bin Abdi Amru bin Mas’ud

304. Al-Dhahhak bin Abdi Amru

305. Sulaim bin al-Harith bin Tha’labah

306. Jabir bin Khalid bin Mas’ud

307. Sa’ad bin Suhail bin Abdul Asyhal

308. Ka’ab bin Zaid bin Qais

309. Bujir bin Abi Bujir al-Abbasi

310. ‘Itban bin Malik bin Amru al-Ajalan

311. ‘Ismah bin al-Hushain bin Wabarah

312. Hilal bin al-Mu’alla al-Khazraj

313. Awleh bin Syuqrat (assistant of Prophet Muhammad ﷺ)

رضوان الله عليهم أجمعين

And Allah knows best. ©️

Sunday, February 19, 2023

Hidup itu pada maknanya

 Bismillahi walhamdulillah
Wassolatu wassalamu'ala rosulillah

Hidup itu pada ma'nanya.
Maka setiap sesuatu dalam hidup itu tergantung pada ma'nanya.
Tanpa ma'na, kosonglah hidup.
Kekosongan itu suatu kesengsaraan.

Kesengsaraan itu suatu perasaan jauh, dalam kegelapan, sempit, dihimpit, semput, letih, terlontar, terpinggir, dihakis, berkurang, tidak lengkap, tergantung, kosong.

Hidup yang kosong dari ma'na ibarat gelas dan pinggan yang dihidangkan tanpa air, tanpa makanan. Hanya sekadar gelas dan pinggan kosong, yang dikhayal-khayalkan segar meneguknya, puas menyantapnya.

Apa ma'na makan? Jika bukanlah makanan itu yang menyegarkan dan mengenyangkan dan memberi tenaga sekiranya disuluh dengan lampu aqidah.. Maka apa gunanya makan? Apa ma'nanya?

Apa ma'nanya sibuk setiap hari bekerja, jika sebenarnya dengan suluhan cahaya ilmu haqiqi, rezeki itu sudah ditetapkan, tidak akan tersasar dari sasarannya jika sudah dibidik ketentuan Tuhan sebelum manusia diciptakan lagi? Jadi apa perlunya bekerja? Apa ma'nanya bekerja?

Apa ma'nanya berumahtangga? Sekiranya jika dinyalakan lampu tujuan kehidupan hanyalah untuk Tuhan semesta alam? Apa ma'nanya bekeluarga, berkasih sayang, beranak pinak? Apa ma'nanya?

Ada pun, bagi orang keliru, ma'na itu tergantung pema'nanya. Ia dapat bagaimana ia mahukan. Padanya ma'na makan itu pada sedapnya, pada kenyangnya, pada bosannya, pada hartanya, pada temannya. Katanya ma'na bekerja itu pada kejayaannya, pada hasilnya, pada habuannya, pada pengenalannya (recognition), pada kesukaannya. Atau katanya pada keluarga itu pada cinta-geramnya, pada kacak-comelnya, pada riuh gelak ketawanya, pada dekat-dampingannya.

Keliru kerana singkat pandangannya. Tidak mencapai kepada punca segalanya. Cawan boleh sahaja dikatakan gelas. Tetapi keliru jika tidak pernah tahu gelas itu apa puncanya.

Keliru kerana menyangkakan ma'na itu relatif, dan semuanya bahkan benar. Jika begitu, jika ma'na bagi sesuatu itu pelbagai, maka sesuatu itu tidaklah punya hakikat. Jika tidak ia punya hakikat maka adalah ia berubah-ubah mengikut setiap orang. Maka bagaimana dicapai persetujuan?

Jika baik itu pada orang kita ialah melayani orang tua dengan adab, pada orang lain pula dengan sesedap hati, maka adakah kita akan percaya kepada orang lain yang bakal kita serahkan kepercayaan memelihara orang tua kita? Bagaimana kita boleh hidup di dunia tannpa hakikat, jika ma'na itu berubah-ubah, tiada piawainya mana baik, mana buruk, mana asli mana palsu, mana betul mana salah, mana benar mana palsu?

Sedang setiap sesuatu itu ada hakikatnya, yang sabit, tidak berubah-ubah. Sehingga demikianlah baru ia dapat dikenal, dicita, dicapai. Jika bahagia itu berubah-ubah mengikut perkembangan diri, maka bila akan dicapai bahagia? Contoh jika ditanya bahagai itu apa dan bagaimana mencapainya dijawabkan: bahagia itu ialah kaya dan bila dicapai gaji 10,000 sebulan. Maka apakah benar bila mencapai angka itu kita akan bahagia? Apakah akan berubah pula bahagia ialah mencapai 100,000 sebulan? Dan kemudiannya 1,000,000 sebulan? Bila akan dicapai bahagia jika ianya berubah-unah? Ibarat tiang gol yang sentiasa bergerak, bagaimana kita menjaringkannya?



Friday, February 17, 2023

Kriteria Mursyid: Abuya Imam Turmudzi Hasyim

 Kriteria Mursyid: Abuya Imam Turmudzi Hasyim

1. 'Alim, berilmu

2. Tahu tentang hati, penyakit hati, nafs, ubatnya

3. Berkasih sayang dan beri nasihat tentang hati agar bersih

4. Simpan rahsia Allah -termasuk kashaf

5. Tidak tamak harta orang lain

6. Terdahulu buat apa yang diperintahkannya (bukan suruh je)

7. Setiap duduk bersama murid, sampai pengetahuan, ada ilmu

8. Perkataannya beri manfa'at

9. Pemurah dan tidak gila hormat, tak suka disanjung, puji

10. Tidak lakukan suatu yg hilangkan wibawa; curi, dusta, judi

11. Selalu usaha murid jadi baik, tak lelah menasihati

12. Tidak cerita takwil mimpi murid

13. Larang murid ceritakan asrar sesama ikhwan

18. Tidak mundar mandir kepada penguasa

19. Menyenangkan

20. Memenuhi undangan murid selagi mampu (dengan akhlak)

21. Duduk tenang dikalangan murid

22. Sopan kepada yang mengunjungnya

23. Sertanyakan tentang murid yang lama tidak nampak


Adab Dzohir kepada Syeikh (4 zahir, 4 batin)

1. Jalankan perintahnya, walaupun nampak seperti salahi kebenaran, Jauhi larangannya, walaupun cocok dengan kehendak kita

2. Tenang duduk dihadapannya, jangan keraskan suara, jangan gelak-gelak, jangan bicara kecuali diizin, jangan makan bersama atau dihadapannya, jangan tidur bersama atau dekat dengannya. Tidak duduk tempat duduknya guru, tidak berkata biar satu pun kalimat dikehadiran gurunya, tidak boleh mencelah cakap guru untuk bertanya 

3. bersegera berkhidmah kepada gurunya, jiwa, harta, kekuatannya

4. Dawam, terus menerus hadiri majlisnya

Wednesday, February 15, 2023

Penyebab Kerasnya Hati dan Sulitnya Rezeki

 Malik bin Dinar رحمة الله تعالى berkata :

"Jika engkau merasakan kerasnya hatimu, lemahnya badanmu, dan sempitnya rezekimu. Maka ketahuilah..! Hal itu disebabkan karena terlalu banyak berbicara dengan hal-hal yang tidak bermanfaat."


[ Faidhul Qadir, jilid 1 hlm. 369 ]

Monday, February 6, 2023

Nota: Islah

 Soleh+ah = seorang yang melakukan Sulh = Islah. 


Islah ialah pembaikan, improvement, progression kepada yang lebih baik. Lawan islah ialah fasad = corruption, regression.


Syarat Islah:

1. Tahu apa yang baik, terlebih baik (Haqiqah).

2. Sedar-insaf apa yang kurang, perlu diubah.

3. Perubahan, proses mengubah.


======================================


Sharat Islah.


1. Tahu apa yang baik = kenal haqiqah. Iaitu tahu-kenal  kadar-kadar sebenar sebagaimana segalanya diciptakan. Dan kaitan-kedudukan Pencipta diatas semua itu. Ini cerita ilmu.


2. Sedar realiti sendiri/sekeliling, dalaman (batin) dan luaran (zahir) berbanding dengan haqiqah (hakikat) #1 di atas yang sepatutnya dicapai. Sedar yang benar => insaf. Insaf = hal. Ini cerita kepada hal.


3. Proses perubahan, ubah, menukar-ganti, menambah-baik yang buruk kepada baik, yang baik kepada terlebih baik. Aktivitinya (motion) dari perkara fikir, tutur dan tindak. Ini cerita amal.



======================================


Halangan & Ancaman kepada Islah


1. Ilmu yang salah dan/atau keliru. Yang tidak benar disangkakan benar dan sebaliknya. Memahami haqiqah, kadar bukan sebagaimana sepatutnya dek kelemahan-ancaman  aqliyyah, shahwaniyyah, iblisiyyah, syaitaniyyah, moderniyyah dan segala ism-iyyah.


2. (a) Tanpa ilmu yang benar hal yang benar tidak berlaku. Tanpa hal yang benar insaf tidak berlaku. Therefore (b) Lalai = tidak sedar, tak peduli (haqiqah) hidup dalam mimpi dan anganan, zombism, berpanjangan.


3. Tanpa hal yang benar, ilmu hanya kekal teori. Tiada 'amal. Tiada perubahan berlaku, kecuali perubahan dari jahil (bodoh) kepada alim (pandai).


======================================


Sebab itulah kita pohon bukan sahaja petunjuk (hidayah) tetapi juga nudge (tawfiq) kepada amal yang mensahihkan ilmu, kerana *ma'rifah* yang benar (true+correct knowledge + hal) *membuahkan pengi'tirafan* yang benar (true+correct acknowledgement; i.e. 'amal).


Wallahu a'lam.


Tuesday, January 17, 2023

Hadith 27 - Arbain Nawawi

 ARBAIN IMAM NAWAWI

Hadits ke 27

عَنْ النَّوَّاسِ بنِ سَمْعَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَاْلإِثْمُ مَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ . [رَوَاهُ مُسْلِم]


Terjemah hadits 

Dari Nawwas bin Sam’an radhiallahuanhu, dari Rasulullah Sollallohu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda : “Kebaikan adalah akhlak yang baik, dan dosa adalah apa yang terasa menganggu jiwamu dan engkau tidak suka jika diketahui  manusia 

(Riwayat Muslim)


Dan dari Wabishah bin Ma’bad radhiallahuanhu dia berkata : Saya mendatangi Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda : Engkau datang untuk menanyakan kebaikan? saya menjawab : Ya. Beliau bersabda : Mintalah pendapat dari hatimu, kebaikan adalah apa yang jiwa dan hati tenang kerananya, dan dosa adalah apa yang terasa mengganggu jiwa dan menimbulkan keragu-raguan dalam dada, meskipun orang-orang memberi fatwa kepadamu dan mereka

membenarkannya.

(Hadits hasan kami riwayatkan dari dua musnad Imam Ahmad bin Hanbal dan Ad Darimi dengan sanad yang hasan)

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :

Tanda perbuatan dosa adalah timbulnya keragu-raguan dalam jiwa dan tidak suka kalau hal itu diketahui orang lain. Siapa yang ingin melakukan suatu perbuatan maka hendaklah dia menanyakan hal tersebut pada dirinya .

Anjuran untuk berakhlak mulia kerana akhlak yang mulia termasuk unsur kebaikan yang sangat besar.

Hati seorang mu’min akan tenang dengan perbuatan yang halal dan gusar dengan perbuatan haram.

Melihat terlebih dahulu ketetapan hukum sebelum mengambil tindakan.

Ambillah yang paling dekat dengan ketakwaan dan kewara’an dalam agama.

Rasulullah Sollallohu ‘alaihi wa sallam  ketika menyampaikan sesuatu kepada para sahabatnya selalu mempertimbangkan keadaan mereka.

Perhatian Islam terhadap pendidikan sisi agama yang bersifat internal dalam hati orang beriman dan meminta keputusannya sebelum mengambil tindakan.